Kamis, 25 Desember 2014

Libur Sekolah, Si Mas Sekolah (Di Rumah)


"Ibu, kenapa mas kok gak sekolah-sekolah???" rengek si Sulung di masa liburan.

Pasca pembagian rapor yang tidak ada angkanya sama sekali itu, liburan sekolah pun tiba. Ibunya sih seneng karena rutinitas pagi bisa 'longgar' sithik. Si mas sulung juga bisa bangun tidur lebih siang. pokoke lebih santai.

Sabtu, Minggu, Senin, Si Sulung mulai gelisah. Galau. "Kapan mas sekolah lagi?" atau "Ibu sudah bayar sekolah mas belom?" Hihihi... Keliatannya Si Sulung mulai bosan. Meski pun tiap hari ada saja kegiatannya. Nemenin Ibu ke pasar, main di play ground, naik kuda dan keliling-keliling. Tetap saja si Sulung resah. Kangen sekolah. Mungkin karena televisi tetap disegel meski liburan.

Segel ini boleh dibuka dengan syarat. Mengaji 3 surat dan mengerjakan tugas calistung dari Ibu (ini ala kadarnya saja), dan berbatas waktu. Eh, ternyata Si Sulung malah  menikmati tantangan membuka segel televisi. Jadilah saya isi kegiatan penyibuk Si Sulung seharian seperti di sekolahnya. Kami saling membaca cerita (bergantian), menceritakan ulang isi buku cerita, mengaji bersama, bermain sandiwara drama , kadang  Si Sulung jadi guru, Si Bungsu jadi reporter, kadang jadi Ayam dan Kancil.

Kegiatan prakarya juga wajib. Karena setiap hari Si Sulung buat prakarya di sekolahnya. Buat boneka jari, buat pigura, buat gelang, aneka manik-manik, kolase dan lain-lain.
Prakarya anak-anak 

Liburan masih lama. Sekolah mulai aktif 5 Januari 2015. Waktunya masih panjang nih. Dan saya mumet merencanakan kegiatan penyibuk Si Sulung. Kalo Si Ragil sih asik-asik saja. Ikutan kakaknya.

Ternyata liburan sekolah bukan waktu yang santai buat emaknya. Justru lebih sibuk lagi karena seharian nemenin anak-anak bermain seharian penuh!!! Gak bakat homeschooling nih emaknya si sulung dan ragil. Ngisi kegiatan liburan saja sampe curcol di blog.

Oke, sementara ini rencananya kami akan liburan ke kebun binatang dan ke desa. Semoga setelah dari liburan akan banyak ide kegiatan pengisi waktu bertebaran di kepala Mboke. Sementara ini, kegiatan menanam apotek hidup dan bermain cat jadi agenda untuk hari ini.




Semoga kerinduan Si Mas Sulung untuk sekolah terobati...
Senangnya anakku enjoy sekolah, enjoy belajar, enjoy bermain, enjoy ibadah (Harus sholat 5 Waktu, karena ditulis dalam buku Cakedik -Catatan Kegiatan Anak Didik). Gak papalah yaaaa.....


Kamis, 18 Desember 2014

Satu Tahun IIDN Solo, Ternyata...




Tak terasa keluarga IIDN Solo memasuki usia 1 tahun, 14 Desember 2014. Masih belajar berdiri dengan tegak. Sejak pertemuan pertama sampai keenam ini, para anggota keluarga yang masih berkisar belasan ini semakin akrab dan hangat saat kumpul Kopdar. Meskipun anggotanya belasan, suasananya meriah loh, para suami dan anak-anak bahkan si mbah (ibu saya) pernah melengkapi kegembiraan IIDN Solo.

Komunitas ini memberi saya suntikan semangat untuk kembali menulis. Bu Candra, Bu Ima, Mbak Ety, Uti Astutiana, Bunda Yuni, Mbak Siti Nurhasanah, Mbak Arinta, Mbak Hana Aina, Mbak Puji Hastuti, Mbak Fitri, Mbak Fafa, Mbak Zukhruf, masih banyak lagi punya semangat membara. Punya kebaikan yang menular. Seperti berdiri dekat penjual parfum, mencium aroma wangi meski tak beli. 

Kesan itu begitu mendalam. Ibu saya pun terkesan, saat beliau menemani ikut kopdar IIDN ke-2 di kediaman Bu Ima, Karanganyar, beliau berkata, “Ternyata anggotanya ibu-ibu yang sederhana, ramah dan cerdas. Ibu kira seperti arisan tempat ajang pamer ini dan itu,” seloroh Ibu kepada saya.

Ternyata saat Kopdar ke-6, saat IIDN ulang tahun di Ayam-ayam resto, Karanganyar, Mbak Yang (anggot anyar), berbisik seraya takjub, “Saya kira anggotanya Ibu-ibu yang serius-serius, ternyata...” (Tolong diisi mbak Yang, saya lupa kata penuh makna itu, Mbak Yang mbisiki sambil senyum-senyum liat Ibu-ibu nyerbu batiknya bidan batik mbak Aan, dan ibu-ibu penghobi selfie, qiqiqiqi)”.

Saya juga tersenyum menanggapi bisikan mbak Yang. Suasana ulang tahun kopdar saat itu memang terasa hangat layaknya keluarga. Saling menyemangati, merindukan dan saling berbagi ilmu. Oh ya, saat kopdar, Mbak Ety sedang membagi ilmunya, “Cara mempercantik Blog para Ibu”.
Riuh interupsi, celetukan, menghangatkan suasana. Sekaligus menyadarkan saya juga, ternyata saya ini gaptek luar biasa. Huhuhuhu.... Terima kasih Ilmunya Mbak Ety.

Semoga keluarga IIDN Solo memberi manfaat kepada anggota keluarganya. Aamiin.



Rabu, 03 Desember 2014

Marhabah Meriah

Kemarin 31 oktober 2014, liat berita artis Winda Viska yang ngadain acara aqiqah anaknya. Suasana aqiqah itu hampir sama dengan aqiqah yang diadakan oleh saudara di Depok beberapa waktu lalu. Para tamu undangan yang datang , bu-ibu pengajian dari kampung tetangga, jumlahnya sekitar 17-an (lupa ya, gak nyampe 20-an lah). Hal ini membuat Ibu saya 'heran' dan miris. Yah, Ibu yang datang dari Palembang sedang mengalami "Shock Culture" (tepat gak ya istilahnya?). 

Sebagai orang yang hidup di budaya dan tradisi Palembang, Sumatera Selatan, acara aqiqah digelar dalam judul 'Marhabah'. Acara ini meriahnya hampir sama dengan pesta pernikahan. Tamu yang diundang bisa 300-an atau lebih. Ruammee Puoll. Tetamu yang datang, mulai dari sanak saudara, kerabat, tetangga dan handai taulan. Kalo aqiqah adalah wujud syukur orangtua karena mendapatkan amanah seorang anak. Kalo Marhabah kayaknya (opini pribadi), wujud kegembiraan kakek-neneknya mendapatkan seorang cucu. Jadilah bila digabungkan adalah kegembiraan keluarga besar karena kedatangan seorang anggota baru. 

Kadang-kadang kakek-nenek yang 'ngebet' ngadain aqiqah. Semangat banget. Pengalaman anak pertama dulu gitu sih. Kakeknya pengen banget bikin 'Marhabah', penyambutan buat cucunya.  Saya sih manut lah, misinya dulu nyenengin orangtua. Lagipula ritualnya juga gak ada yang 'aneh'. 

Tradisi dalam acara marhabah, seseorang dalam keluarga yang menjadi juru bicara (trennya MC, yah gak mesti dari keluarga juga sih), meresmikan nama bagi bayi yang baru lahir. Lalu bayi itu digendong oleh saudara laki-laki dari Ibu/ayah si bayi yang masih lajang, dalam seledang songket. Kenapa songket? Gak ada makna filosofisnya hanya agar bayi tampil menawan dengan gendongan songket. Bayi diberi lantunan berzanzi. 

Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitananpernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.(wikipedia)

Setelah itu rambutnya si bayi digunting secara simbolis oleh, kakeknya dari ibu juga ayah, lalu oleh ayah si bayi. Serangkaian doa-doa baik dipanjatkan untuk kehidupan si bayi kelak. 

Nah, ini bagian yang paling kusuka. Saat si bayi menyapa para tamu. Bayi digendong untuk keliling menghampiri para tamu. Saat menyapa tamu itu, seseorang di belakang si bayi membawa bendera kertas warna warni. Di tiang bendera itu ikut serta selembar uang kertas. Jumlah uang tidak ditentukan. Bisa Rp. 1000 - Rp. 100.000 tergantung kemampuan. Ada juga yang menambahkan telok abang (telur rebus diwarnai merah). Bendera ini sengaja disiapkan. Su pasti acara berikutnya rebutan bendera. Berapapun jumlah uangnya, ada tidaknya telok abang, rebutan bendera adalah momen yang paling ditunggu para tamu. Ciri khasnya begitulah... Dan saya suka rebutan bendera. Dari jaman TK, SD, sampe punya anak, kecuali marhabah anaknya sendiri, gak ikutan deh. 



Beberapa daerah seperti Minagkabau, Bengkulu, Lampung juga punya tradisi marhabah yang meriah.
Suasana itu yang tidak ditemui ibu saat acara aqiqah saudara di Jakarta. 


Beda marhabah di Palembang, Jakarta, beda juga di Solo. Bila anak pertama sempat diadakan marhabah di Palembang. Anak keduaku tidak. Kata bapaknya sih, keluarga besarnya tidak pernah mengadakan acara marhabah. Yo wes, manut. Di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung. Weisss... Tapi pada dasarnya aku ini wong nya manut kok, yo manut wong tuo, yo manut bojo.

Senangnya hidup di kultur yang meriah,









Selasa, 18 November 2014

Antara Globalisasi dan Edukasi Seks Usia Dini

15 November 2014

Sekolah Si Sulung mengadakan Parenting Class dengan tema "Pembimbingan anak menghadapi era globalisasi". Pembicara oleh Lisda Farkhani seorang Psikolog. Tema ini terdengar klasik sekali tapi tetap jadi penting buat saya. Globalisasi menyeret arus deras perubahan terhadap anak-anak dan jiwanya. Dari mulai konten media massa terutama televisi, sosio budaya yang pindah ke pusat perbelanjaan dan permainan anak-anak yang pindah ke "Tablet". Kalau bicara tentang efek pasti tak terbantahkan ya, besar sekali.

Paparan sang Psikolog tentang efek dan tips untuk menghadapi era globalisasi ini sama dengan paparan yang mudah ditemukan di mbah google, Yang menariknya saat sesi tanya jawab. Seorang orang tua murid yang juga dokter spesialis anak, bertanya tentang edukasi seks di usia dini yakni 4-5 tahun. Beliau menemukan seorang pasien balita (4 tahun), dengan kasus Miss V nya berdarah. Setelah ditanya penyebabnya ternyata, anak tersebut iseng bermain dengan temannya. Mereka bermain pulpen dan dimasukkan ke dalam Miss V. Akibatnya luka dan infeksi.

"Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran anak-anak itu? Mereka tidak berpikir libido. Di usia itu belum ada perangkat libido. Mereka hanya meniru. Mungkin saja pernah menyaksikan, mendengar dan mengikuti. Sebagai orang tua, edukasi seks sangat dini sangat diwajibkan. Biasanya saya mengatakan begini kepada anak-anak saya, Anak perempuan itu ada tiga lubang, lalu disebutkan fungsinya. Dan semua lubang itu tidak boleh dipegang atau disentuh siapaun kecuali ibu yang membantu mandikan dan cebok. Dan tidak boleh juga dimasukkan barang-barang lain. Karena nanti kuman-kumannya bisa masuk ke dalam tubuh. Kita harus menjaganya harus selalu bersih," jelas Lisda Farkhani.

"Edukasi seks pada anak balita cukup sampai di sini. Karena alam pemahamannya juga sudah mampu mencernanya. Tidak perlu lebih jauh sampai menerangkan alat reproduksi dan sebagainya. Karena edukasi seks itu akan diberikan lagi setelah anak-anak mengalami baligh (atau telah menstruasi)".

Realitas yang ditemukan bu dokter itu sungguh membuatku tercenung. Bukan karena edukasi seks nya tapi permainan dua anak balita yang berteman itu. Bisa jadi si anak yang Miss V nya luka itu tidak tahu apa-apa hanya menuruti ajakan bermain temannya yang pernah 'tau'. Lalu selain mematikan televisi, menyimpan tablet, PS dan membatasi alat-alat teknologi kepada anak-anak, apakah juga harus menyeleksi teman-teman dan menunggui mereka bermain????

#Cenut-cenut

Rabu, 29 Oktober 2014

Cara Si Sulung Ajari Ibunya Masak

29 OKtober 2014

Satu cerita lagi tentang si Sulung. Anak sholeh satu ini memang setia mengajar ibunya tanpa bosan dan lelah. Awal ceritanya begini, Si Sulung ini kerap menderita batuk dan sesak nafas akibat produksi lendir berlebih. Awalnya, saya berfikir batuk adalah hal yang biasa. Tapi kalau melihat batuknya yang marathon sampai dia tersengal-sengal dan muntah-muntah. Melihat dia tidak bisa tidur karena sesak nafas itu adalah siksaan bagi saya.

Batuknya baru sembuh dengan antibiotik dari dokter spesialis anak. Saya anti antibiotik sebenarnya. Namun apa mau dinyana, setelah berupaya dengan obatan tradisional tidak kunjung membaik, ya harus manut dengan antibiotiknya dokter. Itupun, batuknya benar-benar hilang dalam waktu dua minggu-an. Selang seminggu kemudian, dia pun batuk lagi.

Saya berupaya sekuat tenaga mendongkrak daya tahan tubuhnya dengan vitamin dan madu sertai makanan lbernutrisi. Tapi juga harus menyerah dengan batuk lagi. Batuk masih saja mengakrabinya. Satu bulan dua kali, rutin. Sampai suatu hari saya berkunjung ke dokter spesialis anak yang lain dari biasanya.

Dokter menyatakan bahwa anak saya menderita batuk alergi. Alergi ini disebabkan oleh makanan yang mengandung moto (penyedap rasa). Bukan hanya penyedap rasa saja, juga produk turunannya yang mengandung monotarium glutamat atau MSG. Dia juga sensitif dengan perasa buatan.
Nah, untuk bumbu penyedap rasa ini yang agak ‘berat’. Karena sejujurnya saya terlena dengan cara memasak praktis, pakai yang instan-instan. Bumbu sop instan, bumbu soto instan, bumbu rawon instan, bumbu opor instan, tepung bumbu ayam goreng instan, dan banyak bumbu-bumbu instan lainnya. Kepraktisannya itu yang membuat saya cinta mati. Cukup rebus dagingnya, lalu masukkan satu bungkus bumbu instan dan ‘tarrraaaa’ jadilah soto daging instan segar.

Belum lagi kalau lagi gak enak badan, gak mood masak, gak mood ngapa-ngapain, beli saja di rumah makan ‘puk we’ yang murah meriah. Dan yang teramat sangat pasti, semua makanan (sampai sambel pun) mengandung moto. Ayam goreng K*C, MC*, juga terindikasi mengandung moto. Hampir tidak ada pedagang makanan yang tidak menggunakan bumbu ajaib satu ini tentu dengan takaran berbeda. Ada banyak banget ada yang sedikit. “Kalau gak pakai moto, apa enak, bu?” tukas sang pedagang apabila saya menanyakan perihal kehadiran moto di masakannya. Hikhikhiks.

Sungguh Si Sulung mengajari ibunya untuk selalu rajin masak (Gak boleh moody) dan kreatif memasak. Si Sulung enggan makan kalau menunya itu-itu saja. Alamak, ibunya ini bukan chef Farah Quin. Mulai deh cari-cari resep masakan tradisional dari Mbah google, Mbah Uti, Eyang Uti dan mbah-mbah lainnya. Coba-coba masak ini itu pakai brambang-bawang, salam, legnkuas, ketumbar, kemuri, kunyit dan kawan-kawan, tanpa moto pastinya. Menu sarapan, makan siang dan makan malam yang selalu berbeda. Belum lagi dengan cemilan anak-anak. Hoaaammmmmm...

Begitulah cara Si Sulung mengajari Ibunya. Dari nol besar sampai ada nilainya; bila anak-anak bilang, “Masakan Ibu Enak!” sambil ngacungin jempolnya. Dan batuk pun mulai jarang mengunjungi. 

NB: Terimakasih anak-anakku sayang...






Rabu, 15 Oktober 2014

Framing, Oleh-oleh Pilpres


Pemilihan presiden 2014 memang sudah selesai. Tapi kondisi perpolitikan masih berlangsung 'panas'. Saya gak ngurusin politik-politik itu. Banyak yang lebih ahli. Hal paling menarik buat saya adalah pilpres kali ini memberikan pendidikan jurnalistik bagi seluruh bangsa Indonesia. 

Hampir semua rakyat Indonesia tau tivi 'Merah' pendukung siapa dan tivi 'Biru' pendukung siapa. Ibu saya (65 tahun) saja paham. Jikalau mau nonton tentang capres dari Garuda Merah nonton saja yang 'Merah', kalau nonton capres dari Banteng Moncong Putih nonton saja di tivi Biru. Masing-masing pendukung jangan sampai tertukar tivi karena bisa bikin hati panas. Hal yang sama juga dilakukan media cetak, apalagi media online. Demikian telanjangnya mereka sampai masyarakat umum tahu arah keberpihakan mereka tanpa penelitian ilmiah.

Sebelumnya, saat saya mahasiswa Ilmu Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, butuh penelitian ilmiah dengan metode yang tepat untuk mengetahui ideologi dan keberpihakan media. Media massa medio 1990-2000 (di bawah itu terlalu jauh jaraknya), media bermain sangat cantik. Perannya sebagai ‘The Watch Dog’ sangat garang mengawal pemerintahan. Dari aturan baku ‘Cover Both Side’ dalam setiap pemberitaannya mampu meyakinkan rakyat bahwa media massa sebagai ‘Pilar Demokrasi’ yang terpercaya. Media massa boleh beropini di pojok tertentu seperti Tajuk Rencana atau Opini Media. Berita-beritanya, harus netral!

Pada zaman dahulu (saat saya mahasiswa), tidak mudah meneliti ideologi media dari segi pemberitaannya ini. Bahkan rumusan masalah penelitian saya ditolak beberapa media. Karena hipotesa sementara adalah ideologi media massa dikuasai kepentingan pemilik modal, ada smuggling, penyusupan nilai-nilai barat dalam konteks beritanya. Untuk menyimpulkannya tentu harus dibuktikan dengan ilmiah, ya.

Salah satu alat pembuktiannya dengan metode framing yang bersifat kualitatif. Framing yang artinya bingkai adalah cara pandang suatu media dalam melihat suatu kejadian/peristiwa.

Logikanya, ketika kita melihat sebuah rumah, mata kita hanya melihat sebagai rumah saja, dari depan kah, dari sisi kanan atau kiri, sisi atas, bahkan dari bagian bawah rumah. Sebagian pandangan ‘frame’ itulah yang disajikan ke orang lain. Ini tidak terkait benar dan salah. Hanya sudut pandang. Kalau bicara makanan, ini soal selera.

‘Frame’ yang digunakan media sebagai sudut pandang ini dibentuk menggunakan ‘resep’ yang dibuat si koki yakni reporter, editor, sidang redaksi dan kepentingan (baca:pemilik modal). Untuk membedah ‘resep’ pembuatan berita itu, beberapa pakar komunikasi Murray Edelman, Robert N Entman, Willian A. Gamson, Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengeluarkan pemikiran. Singkatnya, menurut mereka, suatu peristiwa yang diramu jadi berita melewati proses seleksi, pemilihan kata, kalimat, wacana, informasi yang ditonjolkan, melalui sumber berita, foto. Semuanya dibangun untuk mengarahkan khalayak pada persepsi (pandangan) yang sama dengan media.

Saat pilpres kemarin, media massa seolah berlomba-lomba mengajarkan tentang keberpihakannya (framing). Media membangun kejadian/peristiwa menuruti ‘resep’ keberpihakan mereka. Sering juga lupa pada prinsip cover both side, pemilihan kata dan kalimat, foto, gambar, narasumber juga disesuaikan dengan kepentingan media (baca: pemilik modal). Mereka menggiring khalayak menyetujui pandangannya.

Gamblang, tampak jelas keberpihakannya ke ‘Ini’, yang satu ke ‘ono’ yang ntu ke ‘situ’. Makanya, ibu, bude, bulek, teman-teman yang bukan pekerja media bahkan tukang becak langganan saya juga tahu tentang keberpihakan media ini. “Saya gak mau nonton tivi ‘Merah”, bikin panas hati saja. Kerjaannya jelek-jelekin melulu,” kata ibu yang berpihak pada capres si Banteng Moncong Putih. “Saya juga gak mau nonton tivi ‘Biru’, anti saya,” kata tante yang memihak capres si Garuda Merah.

Andaikan saya ingin meneliti ideologi dan keberpihakannya media saat ini. Mungkin gak perlu surat pengajuan izin penelitian. Atau gak usah diteliti, lha wong mereka udah buka-bukaan. Sesuatu yang diumbar sudah bukan misteri yang bikin penasaran. BASI.


NB: Tulisan ini sebagai keprihatinan saya dengan kondisi jurnalisme media massa saat ini. Kembalilah menjadi ‘Pilar Demokrasi’ bagi rakyat. Jadilah ‘The Watch Dog’. Semoga suatu saat ada media massa yang independen dan digerakkan hati nurani. Kembali.









Kamis, 09 Oktober 2014

Komitmen, Homitmen, harus Komitmen!


Berat badan (BB) adalah masalah yang penting buat saya dan banyak sahabat wanita lain. BB ini jadi isu prioritas saat naik ke mesin timbangan. Naik 1 atau 2 kilogram sudah waspada terhadap panganan sedap. Apalagi naikinys 3 kilogram, siaga satu! Makanan lezat nan berlemak langsung jadi musuh.

Masalah per 'BB'an ini sering jadi obrolan hangat kami, para wanita. Sehangat isu politik KMP Vs KIH. Sama serunya. Mulai dari cara diet, jenis diet, penyebab kegemukan dan banyak hal lagi. Bahkan ada yang memutuskan jadi vegetarian demi BB ideal. Harus ideal.

@ Cara menghitung berat badan yang ideal menggunakan Rumus:  Berat ideal tubuh = (tinggi badan seseorang – 100) x 90%.
Sebagai Contoh penyelesaian kasus: jika anda adalah seseorang dengan tinggi postur tubuh 155 cm, maka berat badan anda dapat dihitung sbb:
Berat ideal = (155-100) X 90%
Selesaikan dalam kurung dahulu: 155-100 = 55
Lalu hasilnya adalah 55 x 90%= 49,50
jadi berat badan ideal anda adalah 49,50 kg. 

- See more at: http://trik-tips-sehat.blogspot.com/2013/10/rumus-cara-menghitung-berat-badan-ideal.html#sthash.gjZZpHNY.dpuf

Dengan acuan berat badan ideal dari rumus itu, maka saya patuh dan disiplin pada timbangan. Untuk menjaga idealitas (gaya Vicky Prasetyonya ekx Zaskia gothik), butuh komitmen tinggi. Tidak mudah memang menahan nafsu godaan hidangan lezat santap. Apalagi pempek, tekwan, mie celor, pempek lenggang, pempek panggang, martabak har, martabak bangka, ehhhhh,...... Meski pun pak Bondan Winarno pernah berkata pempek ini rendah lemak jadi sia-sia tak bermakna bila 20 pempek tandas sekali kunyah (Maaf hiperbolis).

Kalau komitmen kendur, tentu timbangan akan jadi musuh abadi. "Aku tidak pernah makan nasi. Tapi kenapa masih 80 kg aja," keluh seorang kakak tersayang. Lha wong pengganti nasinya, mie celor satu porsi, dengan makanan pembuka, pempek 10, makanan penutup kue srikayo 5 mangkok dan es kacang merah semangkuk besar. Kalori seporsi nasi juga 'lewat' dibanding makanan penggantinya. 

"Mba harus komitmen untuk menjaga nafsu makan. Makan nasi 5 sendok makan saja. lauknya satu potong daging, sayur asem sepanci juga gak papa. sambel semangkok silahkan. Makanan penutupnya, rebusan jantung pisang saja. Hehehe," 

"Tapi suami saya tidak protes dengan berat badan ini," ujarnya. 

Pembelaan saudariku tercinta ini merupakan motivasinya untuk bersahabat dengan BB. Hal itu baik baginya agar tidak tertekan.. Seperti suami saya juga tidak menuntut agar sang istri kurus langsing singset keplitet. Karena saya tidak berkomimen padanya. 

Tatkala suatu hari GM di kantor saya dulu yang langsing bak super model hanya makan sesendok teh cheese cake. Biar gak ngiler, katanya. Padahal saya sudah nambah piring ketiga cheesecake. Dia berpesan, bila usiamu masih di bawah 30 tidak apa-apa manyantap semua makanan. Tapi warning bersuara mulai memasuki 30. 

Kenapa? Karena mulai usia tersebut metabolisme tubuh kita berubah. Kemampuan membakar kalori menurun. Setiap harinya berkurang 12 kalori untuk setiap tahun setelah usia 30 tahun. Dan akan menjadi lemak. Orang yang aktif berolahraga pun agak sulit menurunkan berat badan setelah usia 30 tahun. (sumber:http://brighterlife.co.id/2013/09/01/siasati-perubahan-tubuh-di-usia-30/).


Cara mencegah penimbunan lemak itu bisa dengan :
- Mengotrol porsi makan.Dengan pembakaran kalori yang berkurang, artinya harus mengurangi porsi makan. 
- Makan protein yang cukup, minimal 46 gram per hari, kira-kira sepotong daging sapi, atau sepotong paha ayam) per hari. Karena tubuh membutuhkan kalori lebih banyak untuk mencerna protein keitmbang mencerna karbohidrat. Jadi kalorinya lebih banyak hilang saat kita makan protein. 

Komitmen intinya adalah setelah usia 30 tahun, porsi makan harus dikurangi. Makan cukup ambil secentong peres nasi. (Bukan secentong nan munjung tinggi ke atas, Heheheh) Lauk satu potong saja. HIndari tamboh. Katakan cukup kepada perut. Dan jangan tergoda dengan otak-otak panggang bumbu kacang. Bolehlah kalau satu saja. Asal jangan nambah lagi.

Pengalaman naik BB hingga 23 kg setelah hamil dan melahirkan, membuat saya 'meneken kontrak' si komitmen pada hati saya. Saya tidak mau lagi merasa nyeri di pangkal paha akibat terlalu 'berlebih'. Langkah kaki terasa lebih berat dari biasanya. Nafas pun jadi tersengal-sengal.

Komitmen saya, adalahh menjaga BB tetap ideal demi kesehatan dan kenyamanan diri sendiri. Masalahnya adalah lebaran Idul Adha menyisakan banyak daging di kulkas. Jangan berfikir diberi tetangga. Mereka juga mumet menghabiskan daging itu. Subhanallah. 

Aku pasrah padamu timbangan. HIkshikshiks..... Komitmen masih ada dalam hati tapi disimpan di pojokan dulu sampai dagingnaya habis. 













Senin, 29 September 2014

Bertarung Mengusir Tikus

29 September 2014


Masak di dapur di temani tikus yang seliweran itu sangat mengganggu. Lagi sreng srengi, numis bumbu, tikus lari nyerempet kaki, mengelikan jantung. "Copot eh copot," kata maknya Adi Bing Slamet. 

Pada saat khusuk memotong-motong sayur, brambang, bawang dan teman-temannya, si tikus pun rela menemani. Nyanyian cit cit cit nya itu sama sekali tidak menghibur. Beda kalo cit cit cit cuit nya Joshua jaman cilikannya. Pokoknya sebel sebel sebel sama si tikus itu.

Kubuat surat untuk para tikus itu. 

"Tikus yang juga mahluk ciptaan Allah. Duhai tikus, aku tidak tahu kenapa dirimu diciptakan di dunia ini. Tentu ada manfaatnya. Tapi, maaf ya tikus, aku tidak merasa begitu. Sejujurnya aku sangat terganggu tikus. Bila kalian ingin mencari makan di dapurku, sebaiknya kalian keluar ke depan rumah. Semua sisa makanan kubuang di sana. Aku memudahkan kalian kok tikus. Sampah makanan dan plastik kubungkus terpisah. Dicari sendiri saja. Kumohon pergilah dari rumahku. Sekian dan Terimakasih."

Tadinya surat itu ingin kusertakan dengan lem tikus. Niat itu kuurungkan. Membayangkan seekor tikus lengket di papan lem dan harus kubuang sendiri, langsung merinding disko. Melihat tikus mematung kena lem sama saja dengan cicak yang tak bernyawa. Bagiku keduanya bagai tantangan "Fear Factor."

Surat kepada tikus itu kupajang di tumpukan kardus tempat yang kuduga kuat markasnya para tikus. Tikus ini memang lebih dari satu. Berkomplot. Atau jangan-jangan beranak-pinak. Oh, tidak tikus. Kau membuatku gemas. Dilarang berkeluarga di rumahku! Hormatilah tuan rumahnya. 

Semoga saja komplotan tikus itu membaca surat dan mau mengerti. Toh, film Tom&Jerry juga, tikusnya lebih pintar dari si Kucing. Namun setelah seminggu, mereka masih saja betah di rumah kardusnya. Tambah nekat! Kejar-kejaran kayak di film India! Gemesss.... 

Karena mereka, anak-anak jadi takut ambil minum ke dapur. 

"Takut apa nak? Takut hantu?"

"Takut tikus..." kata si kecilku yang sholehah. 

Cukup sudah tikus! Benar-benar tantangan "fear factor" yang harus kumenangkan. Tikus bukan sekedar merusak ketenangan hidupku dan anak-anak. Juga mengacaukan rencanaku untuk melatih anak-anak mandiri. Ambil minum sendiri. Sekarang mereka kembali lagi merengek, 

"Ibu haus. Ambilin minum. Aku takut ada tikus di dapur. Nanti kalo mas ambil minum terus tikusnya lewat, gimana? aku kan takut," rengek si Sulung sedikit berargumen.

Cukup tikus!!!

Oh, aku sebenarnya geli juga padamu tikus. Memang sih, meski suami ada di sisiku tetap aku yang harus berhadapan denganmu tikus. Suamiku 1000 kali lipat lebih gilo daripada aku. Tapi kalo boleh memilih lebih baik aku ngusir coro saja. Namun aku tetap mengharapkan kehadiran suamiku. Menemani diriku mengusir tikus. 

Melihat suami melompat naik ke kursi dan ke atas meja. Dan ketakutan itu bagaikan bensin bagi semangatku mengusir para tikus itu! Lah, suamiku sedang menunaikan tugas negara, aku pun harus mengusirmu sendiri. 

Dengan mengucap Bismillah dan membayangkan wajah suami yang sedang di atas meja sambil ketakutan aku pun mulai berperang dengan tikus. 

Satu per satu rumah kardus tikus kuhancurkan dan kuobrak-abrik. Benar sekali dugaanku. Mereka berkomplot. Ada tiga tikus bermukim di sana. Setelah puas melihat mereka berlarian. Aku juga lompat lompat gak karu-karuan. Saatnya membersihkan medan pertempuran. 

Gerakan sapu ke kanan kiri. Seperti wiper kaca mobil membersihkan asa ku. Hah. Lega. Tikus sudah pergi. Kardus-kardus itu kubuang ke tempat sampah. Sambil mengangkat kardus 90cmx90cm itu. Tampaklah seekor tikus sedang berbaring. Matanya memandangku sayu. Selanjutnya????

Oh, Sudahlah tikus.... 

Cukup peperangan kita hari ini. Jantungku cuma satu. Pergilah dengan damai. 

#Obat pengusir nyamuk, karbol, kapur barus, pengharum ruangan, detergen, pembersih lantai, aromanya bercampur jadi satu buat pusing kepala. Bagaimana dengan kepalamu tikus? 










Minggu, 28 September 2014

Hore, Nemu Ayam Goreng Fied Chicken Asli Solo


Rumah makan cepat saji dengan ayam kriuk kriuk. Dilengkapi fasilitas area permainan anak-anak. Adalah tempat yang cepat ditemukan di belantara otak yang lagi ruwet dan kemrungsung, ketika anak-anak merengek lapar sementara tak ada makanan di rumah. Tapi bukan resto yang 'itu', dimana mengingatkan pada Gaza.

Wuzzzz....

Kamis, 25 September 2014

Kurikulum 2013 bikin anak stres, orang tua mumet, guru nya puyeng.


Saya pernah baca surat edaran Kemendiknas yang seliweran di FB. Entah siapa yang membaginya. Intinya, siswa TK dilarang diajarkan calistung - baca, tulis dan berhitung. Juga melarang calistung sebagai tes masuk SD. Sebagai orangtua, kabar ini sangat menyejukkan. Calistung memang harus dikenalkan di TK, dengan tahapan pengenalan semata. 

Namun, sayangnya setelah duduk di bangku kelas 1 SD, terjadilah penjomplangan itu. Bikin mulut saya ternganga, emosi membara, otak semrawut. Surat dari guru kelas nya mengatakan, "Mohon ananda dibantu calistungnya, agar tidak ketinggalan materi."

"Apa-apaan ini? Materinya seperti apa sih???"

Rabu, 17 September 2014

Saya Ikhlas, Saya Pasrah, anak-anak sholeh-sholehah=SEFT


17 September 2014

Bagi setiap orang tua pasti sering mengalami komplikasi emosi dalam menghadapi anak-anaknya. Terkadang perubahan-perubahan kecil dalam diri mereka membuat Ibu salah paham, agak bludrek. Kadang-kadang tercetus begitu saja, “Aku harus gimana lagi menghadapi anak-anak. Argghhhhh!!!”

Idealnya, kita selalu ikhlas dan pasrah. Kenyataannya sangat sulit untuk dijalani. Apalagi saat berperan sebagai orangtua. Meskipun sudah paham dengan teori mengenai pola asuh anak (baca di buku 37 perilaku buruk orang tua, karya Ayah Edy), tapi tetap sulit dijalankan dalam kehidupan nyata.  

Saat sedang dalam kondisi labil ini, seorang adik yang berprofesi sebagai Psikolog memberi bacaan Buku SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) karya Ahmad Faiz Zainuddin, penggagas SEFT. Katanya lagi booming di dunia psikologi Indonesia. Saya gak paham dunia itu.
Dalam buku itu, dikatakan teknik SEFT aman digunakan untuk anak-anak dan tidak ada efek sampingnya. Tapi apakah SEFT itu? Menurut saya setelah baca buku ini. Ringkasnya, SEFT ini adalah suatu teknik terapi yang menggunakan unsur Spritual dalam teknik terapinya mengatasi medan pikiran yang bisa mempengaruhi kondisi emosi, kesehatan dan perilaku. 

Rabu, 03 September 2014

Serunya Jadi Jurnalis Lokal Banget

3 Septermber 2014

Belakangan Jurnalis media massa jadi tren baru profesi favorit. Dunia yang dinamis, seru, ‘berwawasan’, jadi yang pertama tahu. Rasanya itu sesuatu banget –pinjam istilahnya Syahrini. Dan pengalamannya? Buanyak. Tidak pernah menyesal pernah berkecimpung di dunia jurnaliseme. Setidaknya punya banyak cerita untuk anak-anak ku tercinta.

Selasa, 02 September 2014

Si Sulung Butuh Bapak


 “Ibu, yatim piatu itu apa?” Tanya si Sulung. 
“Anak yang tidak ada orang tua. Tidak ada ibu dan bapak,” jawabku bijaksana.
“Kalau anak yatim?”
“Anak yatim adalah anak yang tidak ada bapaknya,” jawabku lagi.
“Oh, seperti mas ya bu. Tidak ada bapaknya,” simpulnya polos.
“Oh, bukan sayang. Bapak mas ada tapi sekarang kerja di Tahuna. Jauh di sana,” jawabku sambil menahan air di pelupuk mata.
“Lho, bapak kan tidak ada di rumah. Jadi mas, anak yatim,” yakinnya lagi.
“Maksudnya, anak yatim itu adalah anak yang bapaknya sudah meninggal. Seperti Mbahkung yang sudah meninggal,” terangku masih menahan isak tangis.
“Oooo... kalau meninggal tidak bisa ketemu lagi ya. Seperti mbahkung tidak ketemu lagi sama mas. Kalau bapak masih bisa ketemu?”
“Terus kapan bapak pulang?” cerocosnya dengan kilat mata yang bikin air mata ibunya tumpah.
Duh....


 Resikonya, menjalani hubungan jarak jauh. Lengkapnya hubungan pernikahan jarak jauh. Anak usia 6 tahun sepertinya sangat membutuhkan kehadiran formasi lengkap kedua orangtuanya. Tapi apa daya tidak bisa melawan takdir. Hanya memanjatkan doa setiap malam untuk mengubah nasib agar lebih baik. 

Keluarga kami bukan satu-satunya yang mengalami nasib yang sama. Keluarga tentara, keluarga pelayar, keluarga Kementrian Keuangan yang programnya dipindah-pindah, keluarga para pekerja tambang. Keluarga mana lagi, ya? 

Tulisan ini bukan untuk mengeluhkan jalannya drama keluarga jarak jauh, tapi tentang Si Sulung. Dia yang berkarakter cuek-cuek butuh dengan bapaknya itu, sudah mulai mengungkapkan isi di hatinya. Bagi saya itu penting dalam perkembangan si Sulung. Karena selama ini, dia termasuk tipe yang 'mendem jero,' tidak mengungkapkan apa yang dirasakannya.

Dalam fase ini, si Sulung tentu sangat membutuhkan peran ibu dan bapaknya. Kedua peran itu lah yang harus saya jalankan berasamaan. Agar dia tidak merasa timpang. Kebutuhan akan peran sang Bapak bisa saya cukupi.


Sebenarnya apa saja sih, kebutuhan anak laki-laki 6 dari bapaknya.

- Bapak menjadi model dan memberi pengaruh, baik emosi, sosial, maupun fisik

-  Belajar mengomunikasikan perasaan kepada keluarga. Anak kerap salah memahami mood jelek orang tuanya dan menganggap dirinya penyebab kemarahan orang tuanya.


·        - Belajar mengekspresikan perasan. Laki-laki yang mencari dan mendapat dukungan emosi dari keluarga akan mengalami kehidupan keluarga yang harmonis.

·         - Anak laki-laki belajar memperlakukan perempuan dengan mengamati ayah.

·         - Banyak hal yang bisa dipelajari oleh balita laki-laki dari bapaknya. Pastinya, sebagai bapak harus menjadi contoh yang baik bagi anaknya, khususnya laki-laki. Dari bapaknya, anak laki-laki ingin belajar menjadi pria dewasa yang bertanggung jawab, dan menerima maskulinitasnya dengan gembira.

Bahkan dari suatu penelitian bapak perlu berinteraksi dengan anak sedikitnya dua jam sehari dan enam setengah jam di akhir minggu. Dengan bertambahnya usia anak, jumlah waktu bisa saja berkurang. Namun kebutuhan anak laki-laki untuk berinteraksi dengan ayah, dua kali melebihi kebutuhan anak perempuan. (sumber: http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/balita/psikologi/)

Peran bapak yang tidak bisa terpenuhi ini mejadi kewajiban bagi saya, Ibunya untuk melengkapi. Peran ibu sekaligus bapak. Sehingga dia tidak merasa seperti anak yatim tadi. Mungkin si Sulung belum bisa memahaminya sebagai arti kata harfiah. Tapi bagi saya, pertanda bahwa Si Sulung sangat membuthkan bapak. 

Hal penting yang harus saya lakukan saat ini adalah berhenti mengeluh dan tampil maskulin dan gagah seperti bapak. Anak-anak bisa mendapatkan ibunya lagi saat tidur, makan bersama, masak bersama, hal yang menampakkan sisi feminin. Meluangkan waktu yang lebih banyak untuk mengajaknya bermain basket, bulutangkis, gulat, bersepeda, dan kegiatan yang biasa dikerjakan Anak-Bapak.

Gimana? InsyaAllah bisa! Stop mengeluh. 

Apapun kondisi keluarganya, apakah utuh (formasi lengkap), utuh namun berjauhan, bercerai, atau yatim (piatu), anak-anak lah yang terdampak. Sulit bagi mereka untuk memahami dan mengerti kondisi keluarganya dalam usia yang belia.

"Semoga anak-anak bisa mengerti kondisi keluarganya kelak dan bisa tumbuh berkembang dengan baik." 

Aamiin




Senin, 01 September 2014

Kelahiranku di IIDN


Kata seorang teman, wanita dilahirkan tiga kali. Saat lahir dari rahim ibu, saat menikah dan saat menjadi ibu. Manggut-manggut. 
Berarti saya sudah tiga kali dilahirkan dong. Jadi bayi, jadi istri dan jadi ibu yang punya anak. Tapi saya merasa lebih lagi ya. Saya lehir empat kali! 

Kelahiran saya yang keempat dialami setelah jadi ibu dari dua orang anak. Ketika saya berkenalan dengan komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) di Solo. Saat kopdar pertama sekitar Desember 2013. Saya resign setelah melahirkan si sulung, (Oktober 2008) sebagai bekas wartawan dan akrab dengan dunia jurnalisme dalam delapan tahun terakhir sebelum melahirkan.

Praktis juga mengundurkan diri dari dunia menulis. Energinya habis untuk mengurus bayi dan mengatasi sindrom baby blues otodidak. Heh? Saya mengenali gejala sindrom stres pasca melahirkan dan mengatasinya seorang diri. Alhamdulillah, selamat masih hidup sampai hari ini. Lho? Sudahlah tak usah dibahas tentang sindrom itu. Perih.

Tercabut dari habitat itu rasanya sepi. Jauh dari habitat keluarga, teman dan menulis. Tapi untung masih bisa nulis meski nyolong-nyolong waktu. Pas lagi nggendong, pas lagi makan, pas lagi bayinya tidur, pas selesai sholat. Habis berdoa baru nulis... Gak lama kok cuma lima menit. Nulisnya di aplikasi memo HP jadulku. Tahun 2008 itu saya belum punya akun Facebook, masih Friendster. 

Semua tulisan pendek saya ada di memori Hp Jadul itu. Kebetulan Hp nya rusak dengan suksesnya. Ini prestasi si sulung yang lagi semangat mengenal semua benda melalui mulut. Air liurnya masuk ke dalam micro chip di HP itu. Ya elah micro chip... Ganti HP baru. Nulis lagi di HP yang bukan Blackberry itu. Sukses rusak lagi dengan air seni si sulung yang lagi belajar rambatan (tahapan belajar jalan). Ya, sudahlah. Ganti HP lagi, Nokia pasaran seri entah keberapa. Aplikasi yang ada hanya bisa buat nelpon dan sms. Gak ada kamera. Sedih. Nelangsa. 

Setelah melahirkan anak kedua sekitar 2013. Saya kembali eksis di dunia maya dengan akun Facebook. Friendster udah gak bisa di akses lagi ternyata. Akhirnya saya berjumpa dengan komunitas IIDN Solo. Kami janjian untuk bertemu pada kopdar yang pertama kalinya dalam sejarah lahirnya IIDN Solo. 

Pada pertemuan pertama kami, asli saya deg-degan. Kayak ketemu pacar. Aku pakai baju apa? Nanti pas kenalan ngomong apa? Ngomongnya gimana? Tren topik sekarang apa ya, biar tidak dicap kuper. Apadahal kuper tingkat Mahadewa. Sinteron favorit yang meraih rating tertinggi saja saya tidak tahu. Tapi presiden ke-6 jilid 2 untungnya tahu sih. 

Berkenalanlah saya dengan anggota komunitas IIDN Solo. Sebagian besar memang sudah ibu-ibu. Tapi masih ada yang single kok. Mereka memang wanita-wanita inspiratif. Bukan dari dunia jurnalisme tapi sudah menghasilkan karya yang membuat saya malu. Ada Bu Indari Mastuti- penulis buku dan pendiri komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis yang mengindonesia bahkan merambah luar negeri (baca di sini) Candra Nila Murti Dewojati – penulis buku masuk sorga walau belum pernah sholat, dan lebih dari 23 buku lainnya, Ety Abdoel- blogger yang terkenal di dunia maya, Astutiana- Guru yang berusia kepala 5 tapi berjiwa muda sudah menghasilkan beberapa buku, Fitri Elfad Burhani- sudah menulis 4 buku di sela waktu kerjanya, Rosie Deedee – babysitter yang pinter, penulis cerpen media massa. Sarah Mantovani sang mahasiswa dan jurnalis, Mbak Noer Ima Kultsum, seorang guru dan petani yang hobi menulis -juragannya Jon Koplo nya Solopos-, Hanna Aina, rajin menulis di sela waktu meracik obat. Masih banyak lagi kayaknya. 

Sudah lima kali kami menggelar kopdar. Rasanya, seperti menemukan habitat yang tepat lagi. Tempat yang saya rindu. Ya, seperti menemukan keluarga baru. Ada Ibu Astutiana yang kami panggil yang ti, ibu Candra sang penasehat. Ibu Siti Nurhasanah, mbakyu yang manis dan semangat bila ada iming-iming hadiah. Ibu Arinta yang imut tapi cerpennya mengalahkan sang pemburu hadiah. Meskipun banyak yang berprestasi ini bisa bikin iri hati dan keki. Tapi mereka tidak pelit informasi. Dengan ikhlas mereka bagi-bagi. Kami saling menyemangati. Membuat nyaman hati ini.

Dari para wanita hebat ini kami saling menyemangati. Saling memberi informasi untuk membangun diri. Kami bukan sekedar istri dan ibu yang kehilangan potensi. Meski berdiam di dalam rumah tapi potensi bisa diasah tajam melebihi belati. Apalagi ada embel-embel royalti. Tidak keluar rumah tapi menghasilkan money. Hihihihi...


Dari merekalah saya dilahirkan yang keempat kali.

Akhir kata. Terima kasih.


Selasa, 19 Agustus 2014

Princess Ala Jawa


Anak perempuanku yang cantik nan sholehah lagi seneng banget sama princess, masha, hello kitty apalagi bila diimbuhi warna pink. Untuk urusan warna pink ini kayaknya bawaan lahir deh. Dari sejak bisa berdiri di depan lemari, si sholehah ini dominan menarik apapun yang berwarna pink. Sedangkan princess ala Disney itu memang lebih banyak warna pink. Apalagi serial Barbie. Matanya berbinar-binar menatap pink.

"Adek kan kayak princess,"celotehnya.

Princess itu apa sih dek? batinku. Dalam kamus bahasa Inggris Princess artinya seorang perempuan yang lahir dalam keluarga kerajaan selain ratu. Alias putri. Di dalam film kartun ala Disney menggambarkan putri yang berasal dari dunia belahan eropa. Tontonan itu memborbardir tayangan anak-anak. Sulit mencegah anak-anak menonton televisi kecuali membuang benda itu ke rongsokan (Tapi gak dilakukan ding). Zaman saya kecil dulu era 80-an akhir juga banyak tontonan putri-putri begitu tapi imbang juga dengan Si Unyil, Si Komo atau film cerita rakyat. Eits, balik lagi ke putri-putrian.

Dalam negara kita kan juga ada kerajaan yang masih eksis meski kekuasaannya tunduk kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Misalnya, Keraton Ngayogyakarta dengan Sultan Hamengkubuwono XI sebagai rajanya. Beliau mempunyai lima orang putri. Nah, itu dia putri raja alias Princess. Nah, princess keraton ini sayangnya tidak berbusana ala princess Eropa apalagi pakai busana warna pink. Sayangnya, ndak ada itu.

Busana resmi sang putri keraton adalah batik dengan motif parang klithik (Dalam buku Batik oleh Herry Lisbijanto). Motif batik ini merupakan motif yang menggambarkan perilaku manusia yang halus budi pekertinya dan bijaksana. Jadi filosofisnya, sang putri mengenakannya agar mempunyai budi pekerti yang halus dan bijaksana. Warnanya pun sogan (coklat). Itu yang klasik dan tradisonal. Entah bila ada yang memodernisasi motif batik ini. Bisa jadi motif ini diberi warna pink. Cukup modern kontemporer sepertinya. ???

Koleksi Nadhif@Solo. FB: ZakiahWulandari. For order WA081995180581

Ingin sekali bila si sholehah kecilku, duding-duding (artinya: nunjuk) ke kain batik Parang Klithik seraya berujar, "Aku mau pake baju princess kayak itu," harapan dalam batinku saja.

Realitas yang ada, duding-duding, baju bergambar princess dan ala-ala princess. "Malessss (baca:enggan)," batinku saja.

Oalaha gendhuk (anak perempuan), nanti Ibu buatin baju ala princess itu dari kain motif parang klithik yang kelir (artinya: warna) pink. Masih dalam batinku saja tapi sudah berupa niat yang kuat.

Si Princess Sholehah ala Jawa.

batik

Rabu, 30 Juli 2014

Solidaritas Saya dan Keluarga Untuk Gaza

29 Juli 2014, berita terkahir tentang Gaza. Israel meledakkan satu-satunya pembangkit listrik di Gaza. Bisa dibayangkan akibatnya hidup dalam gulita dalam waktu yang sangat lama. Untunngnya matahari msh bersinar di siang hari. Apalah Israel ini. Sungguh nakal. Rumah sakit, sekolah PBB, sampai tempat pengungsian di bwah perlindungan PBB pun dihujani peluru dan rudal. Seribu lebih warga Gaza meninggal, banyakan anak-anak dan wanita. Karena pembangkit listrik di Gaza hancur, banyak bayi yang tergantung inkubator terancam karena tidak ada pasokan listrik. Semoga Allah melindungi mereka.

Apalah Israel ini? Dimanalah hati Obama? Sibuk sekali dia mengencam sanksi kepada Rusia karena tertembaknya pesawat Malaysia Airlines MH 17 (17 Juli 2014). Obama mengatakan Rusia telah melakukan pelanggaran hukum perang Internasional. Lalu, apa yang terjadi di Gaza? Apa? Apalah Obama ini? Lebih dari seribu orang mister.... Apalah Obama ini?

Percuma berharap pada Obama, Amerika Serikat, apalagi PBB. Sia-sia. Apa yang bisa menghentikan Si nakal Israel ini? Pengen nyubit rasanya. Dicubit sampe biru-biru. Karena nakalnya kelewatan. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Gaza? Sumbangan harta dan doa hanyalah ala kadarnya. Belum cukup menghilangkan rasa bersalah karena tak berdaya.

Apa yang bisa saya lakukan? Boikot produk Israel? Rasaanya ini bisa dilakukan. Frustasi juga menggunakannya. Saya mendata seisi rumah dari  meja makan, kamar tidur, kamar mandi, dapur, makanan dan susu anak. Hasilnya? positif produk Israel, berdasarkan data yang saya dapatkan dari mbah google. Belum termasuk FB dan Twitter. Huaaaa.... tidak... Bukan hanya Gaza yang dikepung Israel.

Biarlah.... Sementara ini biar isi rumah dan isi perut dulu yang bersih dari produk Israel. Minimal mengikis sedikit amarah dalam dada. Melakukan sedikit perlawanan. Meskit apa yang dilakukan tidak akan mempengaruhi apapun terhadap ekonomi Israel. Apalagi menghentikan tindakan kejam Israel.

Ini hanya wujud kecil dari solidaritas saya dan keluarga untuk Gaza.

Wassalam
Pray For Gaza

Sabtu, 19 Juli 2014

Mengetuk Empati Semurni Murni Empati


Masih dalam semangat euforia Si Sulung masuk SD.

Pada masa pendaftaran, pihak sekolah sudah menjelaskan panjang lebar mengenai konsep inklusi dalam sekolah tersebut. Sekolah akan menerima semua anak, baik yang 'normal' maupun 'berkebutuhan khusus'. Sekolah ini tidak menerapkan sistem tinggal kelas. Bila anak mengalami kesulitan tentang satu pelajaran tertentu maka tim kurikulum sekolah bersama guru akan memodifikasi kurikulum dan cara pengajaran. Intinya, tidak mengejar target angka namun pemahaman. Jadi jangan heran bila nanti anak ibu akan sekelas dengan Anak Berkebutuhan Khusus, misalnya, Tunarungu, Autis, Down Syndrome dan lainnya.

Saya berfikir, hal tersebut bisa menjadi unsur pendidikan juga bagi Si Sulung. Belajar toleransi dan menerima perbedaaan sejak dini. Menimbulkan rasa emphati yang murni. Bila nanti si sulung bertanya begini begitu tentang materialisme (yang saya tidak mampu memberikannya), saya bisa mengalihkan kepada ucapan syukur bahwa Allah menganugerahi anggota tubuh yang lengkap dan sehat. Harapan lebihnya lagi, Si Sulung bisa tumbuh jadi anak yang sholeh dan penyayang terhadap sesama. Aamiin.

Ketika hari pertama sekolah, Si Sulung satu kelas dengan lima orang siswa berkebutuhan khusus. Mereka didampingi seorang Guru Pendamping Khusus. Ada siswi dengan Down syndrome, dua siswa penderita Tunarungu, dan dua siswa dengan autis. Si sulung pun mengambil kursi bersebelahan dengan siswa Down syndrome. Ingin kutarik dia untuk pindah kursi, tapi mengapa? Saya yang di mulut ini berucap manis dengan cita-cita idealis.: agar Si sulung berempati, terkejut getir. Airmata hampir jatuh netes. Ada yang tidak beres dengan hati ini. Sedikit tidak terima dengan kenyataan ini. Nyatanya, saya yang tidak siap! Nyatanya saya tidak punya empati yang murni itu!

"Mas, gimana sekolahnya? Apakah menyenangkan? Teman-temannya gimana?" Saya penasaran dengan perasaannya.

"Mas suka sekolah di sana. Ustad dan ustadzahnya baik-baik. Temannya juga baik. Bantuin mas nulis," ceritanya bahagia.

Seminggu berlalu.

Jumat tadi (18/7), Saya berkenalan dengan seorang ibu dari anak dengan Autis. Saat ini sang anak sudah di kelas empat SD (9 tahun). Menurutnya, saat ini anaknya sudah bisa menghafal juz ama Al quran, juga berbicara, berhitung, menghafal dan lainnya. Ia tidak membayangkan hal itu sebelumnya karena dulu, anak tersebut sangat impulsif dan agresif. Dalam hati, "Semua orangtua harus bangga pada anaknya tanpa terkecuali. Dan semua anak berhak mendapat perhatian, perlakuan dan pendidikan yang sama-sama ramah terhadap anak-anak tanpa pembedaan."

Pas pulang sekolah, tiba-tiba siswi down sidrom (sekelas dengan si sulung) mendatangi saya untuk salim. Dia tersenyum dan berucap da-dah, dengan terbata-bata. Subhanallah! Dengan keterbatasannya dia berupaya keras menyapa saya. Saya malu! Malu sudah sombong merasa lebih baik. Kali ini air mata saya jatuh. Saya malu bahwa hati ini pernah merasa menyesal dengan keberadaannya dekat Si Sulung. Semoga Allah mengampuni saya. Semua manusia sama di mata Allah. Maafkan saya ya, gadis kecil yang cantik. Ibu ini belum punya hati yang kasih.

Tampaknya,  bukan Si Sulung saja yang belajar berempati dan toleransi yang murni. Saya, Ibunya, orang dewasa yang hanya bisa bicara empati tanpa merasa. Ngomong toleransi tanpa hati.

Nak, semoga hati kita mempunyai empati yang murni ya. Kita belajar bersama tentang toleransi dan kasih sayang pada sesama. Aamiin.



Rabu, 16 Juli 2014

Pizza dan Gaza


16 Juli 2014

Kemarin, 15 Juli 2014, sekolah si Sulung sukses menggelar Aksi Solidaritas untuk Gaza (http://www.solopos.com/2014/07/16/foto-israel-serang-gaza-sd-al-firdaus-galang-dana-bagi-palestina-519563). Si sulung antusias mengikuti aksi itu. Dalam benakku mungkin dia juga tidak paham dengan aksi tersebut. Semangatnya antri untuk memasukkan zakat untuk Gaza membuatku tersenyum kecil. Pun saat mendengar orasi penuh semangat dari penampilan sang Guru dan kakak kelasnya. Ia bernyanyi kecil saat lagu Michael Heart, We Will Not Go Down.

Ada hal lucu dari bagian aksi ini. Sang guru berorasi di panggung tentagn cara kita membantu Palestina. Selain menyumbang harta juga memberi perlawanan berupa boikot produk Israel. Dengan tidak menggunakan produk negara yang nakal itu maka Israel gak punya uang untuk beli senjata yang bisa membunuh di Gaza.

Apa saja produknya, beliau menyebutkan satu per satu, Mark N Spencer, Danone, Loreal. Sampai sini para siswa masih mendengarkan. Lalu, Barbie juga produk Israel, murid perempuan sontak berteriak, "Yaaaaaa....," teriak mereka
Mc Donald, "Yaaaaa...," teriak lagi
Nestle, "Yaaaa....," teriak lagi
Pizza Hut, "Yaaaaa,...." Si sulung ikut teriak.

Kontan aku langsung tertawa melihat ekspresi teriak dan wajahnya. Pizza adalah makanan favoritnya. Kami menikmati Pizza ya di Pizza Hut.

"Ibu, Pizza Hut itu punya Israel, ya?"

Sumpah, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan bagian yang ini. Pengetahuan dan wawasanku sangat kurang untuk membantunya mencari jawaban ini. Aku hanya tersenyum dan membelai kepalanya.

"Nanti kita makan Pizza di tempat lain. Atau nani kita buat sendiri di rumah," jawabku menenangkannya. Padahal aku juga ragu.

Goodbye Pizza

Cerita Malam Ini Tentang Gaza, ya Nak

14 Juli 2014

Si Sulung baru masuk sekolah. Sekolah mengintruksikan anak-anak mengenakan baju berwarna hitam atau nuansa gelap. Karena Selasa, 15 Juli 2014, Sekolah berencana menggelar aksi solidaritas untuk Gaza, palestina.

Awalnya, tidak ada niatan untuk bercerita tentang Gaza kepada si sulung (6 thn). Menurut saya, sulung masih kecil untuk memahami kejadian di sana. Namun apalah kata, rencana aksi solidaritas itu mengusik keingintahuannya. Apa itu Gaza? Apa itu aksi solidaritas?

Begini penjelasan saya yang sangat terbatas kepada si Sulung. Nak, rumah kita di negara yang namanya Indonesia. Di bumi ini ada juga negara yang bernama Palestina yang jauuuuuhhhh sekali dari Indonesia. Palestina punya tempat yang bernama Gaza. Saat ini, sekarang Gaza sedang diserang oleh negara yang namanya Israel. Israel mengebom Gaza. Banyak yang meninggal. Ada anak-anak, ibu-ibu, om-om, banyak sekali seratus orang. Mereka dibom. Kepalanya luka, kakinya, tangannnya. Bom juga membunuh Ibunya, bapaknya, embahnya.

Demi melihat wajahnya yang mulai bergidik. Saya hentikan cerita pengeboman itu. Mungkin dia membayangkan peristiwa itu.

Dia berujar, Israel itu nakal ya bu. Kenapa Israel nakalin Gaza?

Agak sulit menyederhanakan sejarah panjang konflik itu. Singkatnya, Israel dan Palestina rebutan rumah. Makanya jadi bertengkar hebat. Musuhan. Perang-perangan. Akibatnya banyak orang disakiti. Menangis dan terluka.

Raut wajahnya termenung. Kasihan ya bu, gumamnya. Saya jelaskan juga tentang aksi solidaritas yang dilakukan Sekolahnya. Aksi itu adalah keinginan kita sebagai manusia untuk membantu teman yang kesusahan. Saat ini anak-anak di Gaza sedang sulit. Mereka kehabisan obat, makanan, pakaian, buku dan rumah. Makanya untuk menolong mereka, sekolah mengajak anak-anak untuk menyumbang uang. Uang itu digunakan untuk membeli obat-obatan dan makanan.

Seperti zakat ya Bu? tanyanya polos.

Sederhananya. Iya nak anggap saja seperti zakat. Yang penting si sulung paham arti berbagi dan mempunyai rasa empati.

Setiap ada tayangan berita tentang Gaza, Si Sulung paling heboh menyimaknya.

Semurni Air Semurni Cinta Bapak


Pertama kali melihat iklan alat pemurni air Pure It. Langsung teringat Almarhum Bapak tercinta. Saat remaja di medio 94-an, kami sekeluarga pindah ke rumah yang belum memiliki fasilitas pasokan air dari PAM. Satu-satunya sumber air yang diandalkan adalah air tanah. Sayangnya air tanah itu keruh dan berbau. Tidak memenuhi standar air layak minum. Tambahan lagi, air tanah itu juga tidak layak untuk digunakan mencuci pakaian dan mandi. Sebab, air meninggalkan noda kecoklatan pada pakaian. Sedang pada kulit yang sensitif, air tanah menyebabkan gatal-gatal.

Bapak, sang Jagoanku, prihatin melihat kondisi air tanah itu. Untuk mengatasi kesulitan air, beliau mengangkut air dari kantornya empat sampai delapan derigen setiap hari. Tentu sudah seizin atasan beliau. Takut dituding mencuri air. Air bersih itu hanya untuk konsumsi minum dan masak-memasak. Pasokan mandi dan mencuci, bapak menggunakan tawas ke dalam sebuah bak besar. Almarhum Bapak ternyata tidak puas dengan solusinya sendiri. Menurutnya air yang ditawas membuat air berbau ‘pahit’ seperti obat.

Entah apa yang dilakukan jagoanku. Suatu hari bapak memboyong sebuah tong bekas aspal, pasir, ijuk, dan batu-batu kali (apung), juga batu kerikil. Beliau menyusun ijuk, pasir, batu-batuan, dari bawah sampai setengah tong. Setelah itu air tanah dikucurkan. Saya lupa berapa lama pemurnian air dalam tong itu berlangsung. Tau-tau air bersih yang jernih dan tak berbau mengalir dari keran di bawah tong.
Saya dan Bapak saat itu gembira luar biasa. Bagaikan menemukan mata air baru di musim kemarau.  Air jernih itu kami rebus kemudian diminum bersama sekeluarga. Segar!  Sebenarnya yang saya rasakan saat itu adalah kemurnian cinta kasih bapak kepada keluarga.Ternyata cara Bapak memurnikan air ini terdapat di blog orang yang bernasib sama seperti kami. 

Almarhum bapak pasti mengenang hal ini jika melihat iklan Pure It. Andaikan Pure It hadir kala itu, tentu semuanya jadi lebih praktis. Bapak tidak susah dan lelah berpikir solusi air keruh berbau. Tak perlu tong, ijuk dan teman-temannya. Bapak hanya perlu mengalirkan air tanah ke dalam pure it. Dan treng treng treng.... air jernih layak minum itu langsung bisa diteguk glek glek glek

Ah, rindu pada Bapak jagoanku. 
Cintamu  semurni air Pure It.


  www.pureitwater.com/ID/ www.pureitwater.com/ID/

Kamis, 02 Januari 2014

Solopos: Pesta Tahun Baru, Kondom Diburu

2 Januari 2014

Suasana tahun baru masih terasa hari ini. Kembang api juga masih berdentam-dentum. Apalagi bunyi terompet.. Toat toet toet toet! bocah-bocah sukacita niup terompet. Setiap perganitan tahun pasti acaranya meriah, ramai dan heboh. Tapi saya jarang sekali menghabiskan waktu untuk malam pergantian tahun itu. Malahan banyak ngedumel. Abisnya bayi saya susah tidur karena bunyi dentam dentum kembang api dan bunyi terompet atau pernah bangun dan langsung tantrum karena kaget. 

Yah, gimana lagi, begitulah kebiasaan tahun baru. Dan saya tidak menikmatinya sama sekali. Hari ini saya baca di Harian Solopos, judulnya Pesta Tahun Baru, Kondom diburu. Tarik nafas dulu lalu membaca berita itu. miris sekali. Dinyatakan oleh penjaga apotek si kota Solo bahwa penualan kondom meningkat 100persen dibanding hari biasanya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh penjaga minimarket, selain makanan ringan, minuman beralkohol dan kondom menjadi komoditas terlaris. Dan pembelinya kebanyakan orang muda. Penjelasan ditambah dengan pernyataaan seorang remaja yang melewatkan pergantian tahun itu dengan pesta seks bebas. Dia menyewa sebuah villa bersama teman-temannya, lalu mabuk-mabukkan dan seks bebas. Huah! 

Mungkin saya agak norak dengan berita ini tapi beneran ngenes. Pemerintah dan semua masyarakat merayakan tahun baru dengan gegap gempita. Semakin meriah setiap tahunnya, namun apakan akan semakin buruk moralitas dibalik kemeriahan itu? Kupandangi wajah kedua balitaku. Dengan lindungan Allah SWT, semoga saya bisa menjadi Ibu yang bisa membimbing mereka berjalan di norma agama yang benar. Tidak tenggelam dalam gegap gempita kemeriahan pesta. 

Aamiin