Kamis, 25 Desember 2014

Libur Sekolah, Si Mas Sekolah (Di Rumah)


"Ibu, kenapa mas kok gak sekolah-sekolah???" rengek si Sulung di masa liburan.

Pasca pembagian rapor yang tidak ada angkanya sama sekali itu, liburan sekolah pun tiba. Ibunya sih seneng karena rutinitas pagi bisa 'longgar' sithik. Si mas sulung juga bisa bangun tidur lebih siang. pokoke lebih santai.

Sabtu, Minggu, Senin, Si Sulung mulai gelisah. Galau. "Kapan mas sekolah lagi?" atau "Ibu sudah bayar sekolah mas belom?" Hihihi... Keliatannya Si Sulung mulai bosan. Meski pun tiap hari ada saja kegiatannya. Nemenin Ibu ke pasar, main di play ground, naik kuda dan keliling-keliling. Tetap saja si Sulung resah. Kangen sekolah. Mungkin karena televisi tetap disegel meski liburan.

Segel ini boleh dibuka dengan syarat. Mengaji 3 surat dan mengerjakan tugas calistung dari Ibu (ini ala kadarnya saja), dan berbatas waktu. Eh, ternyata Si Sulung malah  menikmati tantangan membuka segel televisi. Jadilah saya isi kegiatan penyibuk Si Sulung seharian seperti di sekolahnya. Kami saling membaca cerita (bergantian), menceritakan ulang isi buku cerita, mengaji bersama, bermain sandiwara drama , kadang  Si Sulung jadi guru, Si Bungsu jadi reporter, kadang jadi Ayam dan Kancil.

Kegiatan prakarya juga wajib. Karena setiap hari Si Sulung buat prakarya di sekolahnya. Buat boneka jari, buat pigura, buat gelang, aneka manik-manik, kolase dan lain-lain.
Prakarya anak-anak 

Liburan masih lama. Sekolah mulai aktif 5 Januari 2015. Waktunya masih panjang nih. Dan saya mumet merencanakan kegiatan penyibuk Si Sulung. Kalo Si Ragil sih asik-asik saja. Ikutan kakaknya.

Ternyata liburan sekolah bukan waktu yang santai buat emaknya. Justru lebih sibuk lagi karena seharian nemenin anak-anak bermain seharian penuh!!! Gak bakat homeschooling nih emaknya si sulung dan ragil. Ngisi kegiatan liburan saja sampe curcol di blog.

Oke, sementara ini rencananya kami akan liburan ke kebun binatang dan ke desa. Semoga setelah dari liburan akan banyak ide kegiatan pengisi waktu bertebaran di kepala Mboke. Sementara ini, kegiatan menanam apotek hidup dan bermain cat jadi agenda untuk hari ini.




Semoga kerinduan Si Mas Sulung untuk sekolah terobati...
Senangnya anakku enjoy sekolah, enjoy belajar, enjoy bermain, enjoy ibadah (Harus sholat 5 Waktu, karena ditulis dalam buku Cakedik -Catatan Kegiatan Anak Didik). Gak papalah yaaaa.....


Kamis, 18 Desember 2014

Satu Tahun IIDN Solo, Ternyata...




Tak terasa keluarga IIDN Solo memasuki usia 1 tahun, 14 Desember 2014. Masih belajar berdiri dengan tegak. Sejak pertemuan pertama sampai keenam ini, para anggota keluarga yang masih berkisar belasan ini semakin akrab dan hangat saat kumpul Kopdar. Meskipun anggotanya belasan, suasananya meriah loh, para suami dan anak-anak bahkan si mbah (ibu saya) pernah melengkapi kegembiraan IIDN Solo.

Komunitas ini memberi saya suntikan semangat untuk kembali menulis. Bu Candra, Bu Ima, Mbak Ety, Uti Astutiana, Bunda Yuni, Mbak Siti Nurhasanah, Mbak Arinta, Mbak Hana Aina, Mbak Puji Hastuti, Mbak Fitri, Mbak Fafa, Mbak Zukhruf, masih banyak lagi punya semangat membara. Punya kebaikan yang menular. Seperti berdiri dekat penjual parfum, mencium aroma wangi meski tak beli. 

Kesan itu begitu mendalam. Ibu saya pun terkesan, saat beliau menemani ikut kopdar IIDN ke-2 di kediaman Bu Ima, Karanganyar, beliau berkata, “Ternyata anggotanya ibu-ibu yang sederhana, ramah dan cerdas. Ibu kira seperti arisan tempat ajang pamer ini dan itu,” seloroh Ibu kepada saya.

Ternyata saat Kopdar ke-6, saat IIDN ulang tahun di Ayam-ayam resto, Karanganyar, Mbak Yang (anggot anyar), berbisik seraya takjub, “Saya kira anggotanya Ibu-ibu yang serius-serius, ternyata...” (Tolong diisi mbak Yang, saya lupa kata penuh makna itu, Mbak Yang mbisiki sambil senyum-senyum liat Ibu-ibu nyerbu batiknya bidan batik mbak Aan, dan ibu-ibu penghobi selfie, qiqiqiqi)”.

Saya juga tersenyum menanggapi bisikan mbak Yang. Suasana ulang tahun kopdar saat itu memang terasa hangat layaknya keluarga. Saling menyemangati, merindukan dan saling berbagi ilmu. Oh ya, saat kopdar, Mbak Ety sedang membagi ilmunya, “Cara mempercantik Blog para Ibu”.
Riuh interupsi, celetukan, menghangatkan suasana. Sekaligus menyadarkan saya juga, ternyata saya ini gaptek luar biasa. Huhuhuhu.... Terima kasih Ilmunya Mbak Ety.

Semoga keluarga IIDN Solo memberi manfaat kepada anggota keluarganya. Aamiin.



Rabu, 03 Desember 2014

Marhabah Meriah

Kemarin 31 oktober 2014, liat berita artis Winda Viska yang ngadain acara aqiqah anaknya. Suasana aqiqah itu hampir sama dengan aqiqah yang diadakan oleh saudara di Depok beberapa waktu lalu. Para tamu undangan yang datang , bu-ibu pengajian dari kampung tetangga, jumlahnya sekitar 17-an (lupa ya, gak nyampe 20-an lah). Hal ini membuat Ibu saya 'heran' dan miris. Yah, Ibu yang datang dari Palembang sedang mengalami "Shock Culture" (tepat gak ya istilahnya?). 

Sebagai orang yang hidup di budaya dan tradisi Palembang, Sumatera Selatan, acara aqiqah digelar dalam judul 'Marhabah'. Acara ini meriahnya hampir sama dengan pesta pernikahan. Tamu yang diundang bisa 300-an atau lebih. Ruammee Puoll. Tetamu yang datang, mulai dari sanak saudara, kerabat, tetangga dan handai taulan. Kalo aqiqah adalah wujud syukur orangtua karena mendapatkan amanah seorang anak. Kalo Marhabah kayaknya (opini pribadi), wujud kegembiraan kakek-neneknya mendapatkan seorang cucu. Jadilah bila digabungkan adalah kegembiraan keluarga besar karena kedatangan seorang anggota baru. 

Kadang-kadang kakek-nenek yang 'ngebet' ngadain aqiqah. Semangat banget. Pengalaman anak pertama dulu gitu sih. Kakeknya pengen banget bikin 'Marhabah', penyambutan buat cucunya.  Saya sih manut lah, misinya dulu nyenengin orangtua. Lagipula ritualnya juga gak ada yang 'aneh'. 

Tradisi dalam acara marhabah, seseorang dalam keluarga yang menjadi juru bicara (trennya MC, yah gak mesti dari keluarga juga sih), meresmikan nama bagi bayi yang baru lahir. Lalu bayi itu digendong oleh saudara laki-laki dari Ibu/ayah si bayi yang masih lajang, dalam seledang songket. Kenapa songket? Gak ada makna filosofisnya hanya agar bayi tampil menawan dengan gendongan songket. Bayi diberi lantunan berzanzi. 

Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitananpernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.(wikipedia)

Setelah itu rambutnya si bayi digunting secara simbolis oleh, kakeknya dari ibu juga ayah, lalu oleh ayah si bayi. Serangkaian doa-doa baik dipanjatkan untuk kehidupan si bayi kelak. 

Nah, ini bagian yang paling kusuka. Saat si bayi menyapa para tamu. Bayi digendong untuk keliling menghampiri para tamu. Saat menyapa tamu itu, seseorang di belakang si bayi membawa bendera kertas warna warni. Di tiang bendera itu ikut serta selembar uang kertas. Jumlah uang tidak ditentukan. Bisa Rp. 1000 - Rp. 100.000 tergantung kemampuan. Ada juga yang menambahkan telok abang (telur rebus diwarnai merah). Bendera ini sengaja disiapkan. Su pasti acara berikutnya rebutan bendera. Berapapun jumlah uangnya, ada tidaknya telok abang, rebutan bendera adalah momen yang paling ditunggu para tamu. Ciri khasnya begitulah... Dan saya suka rebutan bendera. Dari jaman TK, SD, sampe punya anak, kecuali marhabah anaknya sendiri, gak ikutan deh. 



Beberapa daerah seperti Minagkabau, Bengkulu, Lampung juga punya tradisi marhabah yang meriah.
Suasana itu yang tidak ditemui ibu saat acara aqiqah saudara di Jakarta. 


Beda marhabah di Palembang, Jakarta, beda juga di Solo. Bila anak pertama sempat diadakan marhabah di Palembang. Anak keduaku tidak. Kata bapaknya sih, keluarga besarnya tidak pernah mengadakan acara marhabah. Yo wes, manut. Di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung. Weisss... Tapi pada dasarnya aku ini wong nya manut kok, yo manut wong tuo, yo manut bojo.

Senangnya hidup di kultur yang meriah,