Rabu, 21 Januari 2015

Bertualang Ke Gembira Loka

            30 Desember 2014  
            
              Libur telah tiba. Hore!!! Sejujurnya yang gembira dengan liburan ini sih, Emaknya. Wkwkwk. Kesibukan di pagi hari jadi lebih santai. Asiik. Ternyata Si Sulung belum paham tentang liburan sekolah yang seru ini. Dia rungsing setiap hari karena tidak sekolah. Katanya, “Sekolah lebih seru, bu.” Meski pun setiap hari saya buatkan kegiatan, tetap saja Si Sulung minta sekolah. Hadeh.


                Saya dan Si mbah, menyusun rencana mengajak liburan ke Gembira Loka, Jogjakarta. Kebetulan, anak-anak belum pernah ke kebon binatang. Kenapa Gembira Loka? Karena, Penguin. Ini alasan murni emaknya. Emaknya juga penasaran dengan penguin. Secara liat penguin cuma dari film “Happy Feet”. Alesan doang emaknya ini.

Minggu, 11 Januari 2015

Tablet oh Tablet, Kenape Engkau sekolah???


Wacana mengganti buku pelajaran dengan tablet dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Pak menteri menyebutkan nya dengan e-sabak atau elektronik sabak. Sabak adalah alat tulis yang digunakan para pelajar Indonesia pada masa lampau. Jadi, para siswa akan menggunakan tablet saat belajar di kelas.

Seperti Ipin Upin (dalam bayangan saya). Sewaktu menonton episode Upin dan Ipin belajar di kelas dengan tablet ini, saya berpikir "Apakah sekolah-sekolah di Malaysia benar-benar menggunakan tablet dalam proses mengajarnya? Kalo iya sih canggih juga ya..." Episode tablet itu jadi favoritnya Si Sulung dan SI Bungsu apalagi lagunya "Bangau oh bangau, kenape engkau kurus?"... "Cem mane aku tak kurus, Ikan tak nak timbul". Dua bocah itu hafal lagunya sekaligus cengkok melayunya.

Lalu, si sulung bertanya: "Ibu, Ipin Upin belajarnya pake tablet, Mas boleh ya belajar pake tablet kayak ipin upin?"

"Upin ipin sekolahnya di Malaysia. Mas sekolahnya di Solo, Indonesia" jawab saya ngawur.

"Malaysia itu dimana sih bu? Mas mau sekolah di sekolahnya Ipin Upin saja ya,"

Ibunya langsung gubrak terus langsung ngubek isi rumah nyari peta.

Anak-anak jaman sekarang dari bayi usia 6 bulan, batita, balita, usia 6, 7 tahun mulai akrab dengan tablet. Anak teman-teman (hasil liat upload foto FB Friends), keponakan, anak sepupu sampai anak sendiri saja, udah temenan sama si tablet. Terus gimana bila tablet benar-benar dijadikan alat ganti buku pelajaran? Reaksi pro dan kontra pasti banyak lah ya. Apakah saya pro atau kontra??? Gak penting deh saya.

Bagi saya sendri bila wacana jadi nyata, gak masalah. Mau tidak mau, saat ini anak-anak sudah akrab sekali dengan tablet. Yang terpenting adalah pengarahan orang tua terhadap anak mengenai orientasi penggunaan tablet itu sendiri. Tablet bisa jadi positif jika digunakan untuk hal-hal yang positif. Lebih baik orang tua dan guru yang menjelaskan dan mengarahkan kegunaan alat teknologi ketimbang mereka cari-cari di warung tablet (gantinya warung internet suatu saat nanti ada kali ya).

Untuk memberi ancang-ancang saat masa e-sabak datang, mungkin trik ini bisa membantu. Cukup berhasil untuk membatasi Si Sulung tenggelam dengan tabletnya. Yang sekarang jatahnya hanya satu jam per minggu.

1. Selalu mengecek isi data di Tablet. Dan apa yang sering dimainkan, ditonton, didengarkan.

2. Tablet adalah milik orang tua dan anak-anak hanya meminjam. Hal ini penting sehingga anak- anak patuh dengan adab meminjam yakni mengembalikannya.

3. Menetapkan waktu meminjam tablet.

4. Menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat izin meminjam tablet. Kalau Si Sulung, harus selesai mengerjakan tugas sekolah, bermain bersama, makan dan mandi sendiri (mandiri), sholat 5 waktu, dan setoran hafalan Quran.

Tablet sebagai anak kandung teknologi informasi perlahan akan jadi bagian dari kehidupan manusia di masa depan namun bukan berarti kita memusuhinya dari awal. Alangkah baiknya mengenalkannya sebagai tablet  yang 'baik' pada anak-anak, calon masyarakat teknologi. Canggih jika membayangkan tabletnya Si Sulung dan Si Bungsu isinya Al Quran sebagai alat bantunya menghafal Quran. Mereka pun terbiasa mendownload konten positif di tabletnya. Ala bisa karena biasa. Aamiin.

\


Kamis, 01 Januari 2015

Keluarga Marto Sosro Suwignyo Akhirnya Kumpul Lagi



Setelah menempuh perjalanan darat selama 7 jam -numpak travel Joglosemar dari Solo, saya, si sulung dan bungsu, dan Ibu tercinta tiba di Desa Gumiwang, Banjarnegara. Kata Ibu, desa ini adalah tanah kelahiran ibunya ibu (Mbah putri saya). Daerah yang baru saya kenal namanya dari pemberitaan tentang longsornya. Anak-anak yang gembira karena mereka tiba di desa. Pandangan kami memendar, mencecap, merekam memori kampung halaman si mbah. 

"Ibu, keinginanmu untuk pulang ke sini baru terlaksana sekarang," gumam Ibu perlahan. Matanya tampak memerah. Air mata menggenang namun enggan jatuh. Ah, saya pun merasakan kerinduan yang teramat sangat itu.