Minggu, 20 Juni 2021

Sepenggal Cerita Tentang VBAC

Pengen cerita tentang VBAC (Vagina Birth After Cesarian), anak ketiga ini ~ lahir akhir febuari 2021 lalu. VBAC adalah melahirkan normal setelah cesar. Sembilan tahun lalu Saya melahirkan anak kedua, secara Cesar. Posisi bayi yang melintang, adalah alasannya. 

So, dengan kondisi kehamilan yang sekarang ini. Posisi janin yang baik, maka kata dokter kandungan yang rutin Saya datangi, Saya bisa melahirkan secara normal atau VBAC. Kemudian....

Mulailah Saya berseluncur cari informasi mengenai VBAC. Dan ketemulah dengan konsep gentle birth. Hal pokok yang Saya pahami, gentle birth itu adalah bagaimana wanita bisa melahirkan dengan nyaman, tenang dan minim trauma. 

Minim trauma ini penting buat Saya. Kenapa? Karena Saya trauma saat dua kelahiran sebelumnya. Bukan saat melahirkan tapi saat momong aka babyblues (ppd). Kebetulan melahirkan secara cesar itu setelahnya bikin banyak drama dalam kehidupan. Jadi Saya pikir kalau Saya bisa melahirkan secara normal, maka proses pemulihannya lebih cepat (pengalaman Saya begitu). Sehingga stamina Saya cukup untuk memulai hidup sebagai Ibu baru anak tiga. *eng....

Searching punya searching, sekrol demi sekrol. Saya nemu akun IG @bidankita yang banyak info tentang VBAC. Banyak banget petunjuk dan tips untuk mempersiapkan VBAC. Beberapa hal yang Saya Highlight dari VBAC agar sukses, yaitu rajin olahraga, jaga asupan makan dengan baik, cari dukungan dokter yg pro VBAC, pilih provider yang mendukung VBAC, dukungan suami sebagai support system, jaga pikiran, dan latih nafas. 

Oke sekarang langsung ke detik-detik menegangkan itu. 
.
Jumat magrib, lendir darah keluar tapi gak ada kontraksi. Lendir darah salah satu pertanda si debay mau keluar. Tapi, Suami masih di luar kota. Rasanya gugup gugup gimanalah... Sebisa mungkin, Saya mencoba untuk tenang. But, I failed. Resah dan gelisah. Semalaman tidur-tidur ayam. 

Sabtu pagi, suami tiba di rumah. Gelombang cinta mulai terasa tapi belum intens. Saya berencana ke Klaten, ke klinik bidan kita untuk induksi alami. Tapi karena kontraksinya terasa menyakitkan, dengan jarak Solo-Klaten, Saya jadi ragu. Takutnya nanti jadi brojol di Klaten. Malah merepotkan banyak orang. *halah...

Memang idealnya untuk VBAC, menghindari induksi obat-obatan. Karena efek terburuk dari induksi obat, jahitan cesar di rahim bisa terbuka lagi. Alias robek. 

Tapi Saya mulai tak kuasa dengan sensasi gelombang cintanya. Akhirnya, Saya ke dokter tempat kami konsultasi, sudah bukaan 2. Posisi janin bagus, ketubannya masih baik, detak jantung bayi juga normal. Kata dokter sih, pulang dulu ke rumah. Agar bukaannya nambah, banyakin jalan kaki dan naik turun tangga sebagai induksi alaminya.

"Masih bisa lahiran normal kan, dok?"
"InsyaAllah bisa," katanya. 
Jadi, Saya pulang ke rumah dengan rasa harap-harap cemas.

Di rumah, gelombang cinta mulai menekan. Mulesnya ini beda sama kakak-kakaknya dulu. Jika anak yang pertama, kontraksinya itu perut terasa kencang. Sangat kencang hingga air ketuban pecah dini. Kemudian, diinduksi melalui infus, yang kabarnya sakit banget. Tapi Alhamdulillah, Saya tak merasakan apapun, namun tiba-tiba ada rasa ingin ngeden ~ tanda kalau bukaan lengkap. Lalu lahirlah si bayi. Sedangkan anak kedua, kontraksinya masih seperti kontraksi palsu dengan posisi lintang.m. Ya, cesar lah. 

Balik ke.... cerita VBAC. Kontraksinya sudah datang tiap tiga menit. Ini sensasi yang baru bagi Saya. Asing dan gak nyaman. Banget. Sensasinya itu kayak mules mulesnya diare. Yang melilit dengan tekanan ke bawah  Amat sangat pengen keluar tapi gak bisa keluar.  Saat ini ni, mulai panik. Pikirannya udah gembrambyang... Takut ini itu pokoknya. Sekuat mungkin Saya berusaha tenang. Tapi gagal. Akibatnya kacau mengatur nafas.

Karena sudah gak kuat nahan sakit, akhirnya jam sepuluh malem tancap ke rumah sakit. Karena VBAC harus dilakukan di rumah sakit. Untuk kewaspadaan saja jika terjadi situasi darurat. 

Sampai di rumah sakit, ternyata masih bukaan 2. Dokter langganan Saya memantau dari telepon. Dan ditunggu hingga jam 6 pagi. 

Fyi, sejak tiba di Rumkit Saya langsung ditempatkan di ruang bersalin. Yang mana gak nyaman lah. 

Setelah dicek VT, masih bukaan 2. Yah, Dokter menyarankan cesar kembali. Solusinya ini bikin semangat Saya drop. Bertentangan dengan ucapannya saat kontrol terakhir, beliau bilang bukaan 2 masih bisa ditunggu hingga 2 hari bila kondisi janin masih kuat. Jadinya Saya tetap ngeyel tetap VBAC. Dokter yang kekeh cesar karena beliau enggan melakukan induksi obat. 

Dan akhirnya saay genting itu, Saya pilih ganti dokter saja. Rupanya hal itu bikin Saya makin cemas. Apalagi dokter penggantinya laki-laki. Fyi, Saya pekewuh diperiksa oleh dokter laki-laki. Tapi dengan pilihan cesar atau dokter laki-laki? Saya pilih dokter laki saja. Menurut info dari bidan di sana, si Bapak Dokter ini orangnya sabar, mau menunggu Ibu bersalin secara normal. Baeklah...

Dokter pengganti memantau dari telpon. Membaca riwayat kehamilan dan kondisi terkini Saya dan bayi. Dokter bersedia menunggu 6 jam ke depan, berharap adanya kemajuan. Sayang, bukaannya tetap sama. Kontraksi pun melemah. Mungkin efek mental dan pikiran yang sudah awut-awutan. 

Akhirnya dokter memberi Saya 1/4 pil untuk memacu kontraksi. Namun hingga 6 jam masih bukaan 2. Diberi lagi 1/4 pil. Yak, efek si pil pemacu mulai terasa. Kontraksinya semakin hebat. Mulesnya menekan kuat, panjang dan lama. Rasa-rasanya jedanya tak sampai 1 menit. Gak cukup waktu Saya mengatur nafas.

Saya dilanda kecemasan, ketakuan dan panik. Buyar sudah si nafas. Menurut Saya di sini pentingnya, mempersiapkan suami  menghadapi persalinan. Dia gak tau harus berbuat apa. Kudu diminta dulu, usap-usap punggung, apa lah. Sampai-sampai males mau ngomong. Wis meneng aelah sambil nahan sakit. 

Tiba masanya VT lagi. Dan, ternyata masih bukaan 2... What??? Rasanya frustasi gak sih? Kontraksi udah aduhai gitu masih bukaan 2. Fiuuh... 
 
Dokter kembali memberi 1/4 lagi pil pemacu. Pil terakhir. Jika masih tak ada kemajuan, maka Cesar kembali. Rasanya sih sudah tak bisa ditahan. Kontraksi tak berjeda lah itu. Saya ambil pil itu, tapi Saya minta untuk nunggu bukaan di kamar rawat saja. 

Di kamar, Saya tiduran, sambil nangis. Merasakan nikmatnya kontraksi yang semakin kuat, hebat, panjang dan tak berjeda. Saya pejamkan mata, diam, dan menikmati kontraksi yang aduhai itu. 

Setiap menarik nafas panjang, Sayang berdoa, "Ya Allah, Saya terima rasa sakit ini. Mohon ampuni segala dosa Saya." Lalu hembuskan nafas perlahan. 

Tiba-tiba, ada rasanya kok seperti mau ngedan. Saya tarik nafas panjang lagi, eeeehh ehhh, kok rasa ngedannya datang lagi. Saya langsung minta suami memanggil suster. Bilang kalau Saya mau mengedan.

Sontak bangsal kebidanan jadi heboh, Bidan-bidan datang tergopoh-gopoh dan menggotong Saya ke ruang bersalin. 

"Jangan ngedan dulu, Bu!" Seru mereka. Saya ambil nafas cepat "Fuh" "Fuh" "Fuh" untuk mengalihkan rasa ingin ngeden. 

Benar saja, bukaan sudah lengkap. Kepala bayi mulai crowning. Mereka bidan-bidan muda itu, panik setengah mati. Apalagi Pak Dokter tidak ada. Lah iya, wong 30 menit lalu baru laporan ke Pak Dokter, masih bukaan 2 og. 
 
Tak lama kemudian, bayi Saya keluar. Laki-laki. Alhamdulillah sehat. 

Si bayi sempat nginap di NICU selama beberapa hari. Saat lahir ketubannya sudah keruh. Ia membiru saat selang oksigen dilepas. Mungkin efek intervensi induksi obat ya. Karena gak hanya Ibu yang kesakitan tapi juga bayinya. Tapi, Alhamdulillah si bayi sehat sekarang.

Esoknya, saat dokter visit, beliau tanya. "Semalam kan terakhir VT, bukaan 2. Kenapa tiba-tiba langsung bukaan lengkap. Ibu ngapain?" 

"Gak ngapa-ngapain. Cuma tiduran aja," jawab Saya yang bengong ngeliat dokter yang baru pertama Saya temui itu. Dokter hanya bertanya dan mengecek kondisi Saya pasca melahirkan. Alhamdulillah sehat semua... Terima kasih ya dok, uda sabar nungguin eh ditinggal brojol duluan. 

Buat Ibu yang pengen VBAC, semangat ya! Dari pengalaman Saya ini, persiapan paling penting adalah jeli memilih provider (dokter dan tempat melahirkan), mantau kondisi kehamilan, latihan atur nafas, tetap tenang, dan ademkan pikiran. Sisanya, serahkan pada Yang Maha kuasa. 








.