Rabu, 30 Juli 2014

Solidaritas Saya dan Keluarga Untuk Gaza

29 Juli 2014, berita terkahir tentang Gaza. Israel meledakkan satu-satunya pembangkit listrik di Gaza. Bisa dibayangkan akibatnya hidup dalam gulita dalam waktu yang sangat lama. Untunngnya matahari msh bersinar di siang hari. Apalah Israel ini. Sungguh nakal. Rumah sakit, sekolah PBB, sampai tempat pengungsian di bwah perlindungan PBB pun dihujani peluru dan rudal. Seribu lebih warga Gaza meninggal, banyakan anak-anak dan wanita. Karena pembangkit listrik di Gaza hancur, banyak bayi yang tergantung inkubator terancam karena tidak ada pasokan listrik. Semoga Allah melindungi mereka.

Apalah Israel ini? Dimanalah hati Obama? Sibuk sekali dia mengencam sanksi kepada Rusia karena tertembaknya pesawat Malaysia Airlines MH 17 (17 Juli 2014). Obama mengatakan Rusia telah melakukan pelanggaran hukum perang Internasional. Lalu, apa yang terjadi di Gaza? Apa? Apalah Obama ini? Lebih dari seribu orang mister.... Apalah Obama ini?

Percuma berharap pada Obama, Amerika Serikat, apalagi PBB. Sia-sia. Apa yang bisa menghentikan Si nakal Israel ini? Pengen nyubit rasanya. Dicubit sampe biru-biru. Karena nakalnya kelewatan. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Gaza? Sumbangan harta dan doa hanyalah ala kadarnya. Belum cukup menghilangkan rasa bersalah karena tak berdaya.

Apa yang bisa saya lakukan? Boikot produk Israel? Rasaanya ini bisa dilakukan. Frustasi juga menggunakannya. Saya mendata seisi rumah dari  meja makan, kamar tidur, kamar mandi, dapur, makanan dan susu anak. Hasilnya? positif produk Israel, berdasarkan data yang saya dapatkan dari mbah google. Belum termasuk FB dan Twitter. Huaaaa.... tidak... Bukan hanya Gaza yang dikepung Israel.

Biarlah.... Sementara ini biar isi rumah dan isi perut dulu yang bersih dari produk Israel. Minimal mengikis sedikit amarah dalam dada. Melakukan sedikit perlawanan. Meskit apa yang dilakukan tidak akan mempengaruhi apapun terhadap ekonomi Israel. Apalagi menghentikan tindakan kejam Israel.

Ini hanya wujud kecil dari solidaritas saya dan keluarga untuk Gaza.

Wassalam
Pray For Gaza

Sabtu, 19 Juli 2014

Mengetuk Empati Semurni Murni Empati


Masih dalam semangat euforia Si Sulung masuk SD.

Pada masa pendaftaran, pihak sekolah sudah menjelaskan panjang lebar mengenai konsep inklusi dalam sekolah tersebut. Sekolah akan menerima semua anak, baik yang 'normal' maupun 'berkebutuhan khusus'. Sekolah ini tidak menerapkan sistem tinggal kelas. Bila anak mengalami kesulitan tentang satu pelajaran tertentu maka tim kurikulum sekolah bersama guru akan memodifikasi kurikulum dan cara pengajaran. Intinya, tidak mengejar target angka namun pemahaman. Jadi jangan heran bila nanti anak ibu akan sekelas dengan Anak Berkebutuhan Khusus, misalnya, Tunarungu, Autis, Down Syndrome dan lainnya.

Saya berfikir, hal tersebut bisa menjadi unsur pendidikan juga bagi Si Sulung. Belajar toleransi dan menerima perbedaaan sejak dini. Menimbulkan rasa emphati yang murni. Bila nanti si sulung bertanya begini begitu tentang materialisme (yang saya tidak mampu memberikannya), saya bisa mengalihkan kepada ucapan syukur bahwa Allah menganugerahi anggota tubuh yang lengkap dan sehat. Harapan lebihnya lagi, Si Sulung bisa tumbuh jadi anak yang sholeh dan penyayang terhadap sesama. Aamiin.

Ketika hari pertama sekolah, Si Sulung satu kelas dengan lima orang siswa berkebutuhan khusus. Mereka didampingi seorang Guru Pendamping Khusus. Ada siswi dengan Down syndrome, dua siswa penderita Tunarungu, dan dua siswa dengan autis. Si sulung pun mengambil kursi bersebelahan dengan siswa Down syndrome. Ingin kutarik dia untuk pindah kursi, tapi mengapa? Saya yang di mulut ini berucap manis dengan cita-cita idealis.: agar Si sulung berempati, terkejut getir. Airmata hampir jatuh netes. Ada yang tidak beres dengan hati ini. Sedikit tidak terima dengan kenyataan ini. Nyatanya, saya yang tidak siap! Nyatanya saya tidak punya empati yang murni itu!

"Mas, gimana sekolahnya? Apakah menyenangkan? Teman-temannya gimana?" Saya penasaran dengan perasaannya.

"Mas suka sekolah di sana. Ustad dan ustadzahnya baik-baik. Temannya juga baik. Bantuin mas nulis," ceritanya bahagia.

Seminggu berlalu.

Jumat tadi (18/7), Saya berkenalan dengan seorang ibu dari anak dengan Autis. Saat ini sang anak sudah di kelas empat SD (9 tahun). Menurutnya, saat ini anaknya sudah bisa menghafal juz ama Al quran, juga berbicara, berhitung, menghafal dan lainnya. Ia tidak membayangkan hal itu sebelumnya karena dulu, anak tersebut sangat impulsif dan agresif. Dalam hati, "Semua orangtua harus bangga pada anaknya tanpa terkecuali. Dan semua anak berhak mendapat perhatian, perlakuan dan pendidikan yang sama-sama ramah terhadap anak-anak tanpa pembedaan."

Pas pulang sekolah, tiba-tiba siswi down sidrom (sekelas dengan si sulung) mendatangi saya untuk salim. Dia tersenyum dan berucap da-dah, dengan terbata-bata. Subhanallah! Dengan keterbatasannya dia berupaya keras menyapa saya. Saya malu! Malu sudah sombong merasa lebih baik. Kali ini air mata saya jatuh. Saya malu bahwa hati ini pernah merasa menyesal dengan keberadaannya dekat Si Sulung. Semoga Allah mengampuni saya. Semua manusia sama di mata Allah. Maafkan saya ya, gadis kecil yang cantik. Ibu ini belum punya hati yang kasih.

Tampaknya,  bukan Si Sulung saja yang belajar berempati dan toleransi yang murni. Saya, Ibunya, orang dewasa yang hanya bisa bicara empati tanpa merasa. Ngomong toleransi tanpa hati.

Nak, semoga hati kita mempunyai empati yang murni ya. Kita belajar bersama tentang toleransi dan kasih sayang pada sesama. Aamiin.



Rabu, 16 Juli 2014

Pizza dan Gaza


16 Juli 2014

Kemarin, 15 Juli 2014, sekolah si Sulung sukses menggelar Aksi Solidaritas untuk Gaza (http://www.solopos.com/2014/07/16/foto-israel-serang-gaza-sd-al-firdaus-galang-dana-bagi-palestina-519563). Si sulung antusias mengikuti aksi itu. Dalam benakku mungkin dia juga tidak paham dengan aksi tersebut. Semangatnya antri untuk memasukkan zakat untuk Gaza membuatku tersenyum kecil. Pun saat mendengar orasi penuh semangat dari penampilan sang Guru dan kakak kelasnya. Ia bernyanyi kecil saat lagu Michael Heart, We Will Not Go Down.

Ada hal lucu dari bagian aksi ini. Sang guru berorasi di panggung tentagn cara kita membantu Palestina. Selain menyumbang harta juga memberi perlawanan berupa boikot produk Israel. Dengan tidak menggunakan produk negara yang nakal itu maka Israel gak punya uang untuk beli senjata yang bisa membunuh di Gaza.

Apa saja produknya, beliau menyebutkan satu per satu, Mark N Spencer, Danone, Loreal. Sampai sini para siswa masih mendengarkan. Lalu, Barbie juga produk Israel, murid perempuan sontak berteriak, "Yaaaaaa....," teriak mereka
Mc Donald, "Yaaaaa...," teriak lagi
Nestle, "Yaaaa....," teriak lagi
Pizza Hut, "Yaaaaa,...." Si sulung ikut teriak.

Kontan aku langsung tertawa melihat ekspresi teriak dan wajahnya. Pizza adalah makanan favoritnya. Kami menikmati Pizza ya di Pizza Hut.

"Ibu, Pizza Hut itu punya Israel, ya?"

Sumpah, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan bagian yang ini. Pengetahuan dan wawasanku sangat kurang untuk membantunya mencari jawaban ini. Aku hanya tersenyum dan membelai kepalanya.

"Nanti kita makan Pizza di tempat lain. Atau nani kita buat sendiri di rumah," jawabku menenangkannya. Padahal aku juga ragu.

Goodbye Pizza

Cerita Malam Ini Tentang Gaza, ya Nak

14 Juli 2014

Si Sulung baru masuk sekolah. Sekolah mengintruksikan anak-anak mengenakan baju berwarna hitam atau nuansa gelap. Karena Selasa, 15 Juli 2014, Sekolah berencana menggelar aksi solidaritas untuk Gaza, palestina.

Awalnya, tidak ada niatan untuk bercerita tentang Gaza kepada si sulung (6 thn). Menurut saya, sulung masih kecil untuk memahami kejadian di sana. Namun apalah kata, rencana aksi solidaritas itu mengusik keingintahuannya. Apa itu Gaza? Apa itu aksi solidaritas?

Begini penjelasan saya yang sangat terbatas kepada si Sulung. Nak, rumah kita di negara yang namanya Indonesia. Di bumi ini ada juga negara yang bernama Palestina yang jauuuuuhhhh sekali dari Indonesia. Palestina punya tempat yang bernama Gaza. Saat ini, sekarang Gaza sedang diserang oleh negara yang namanya Israel. Israel mengebom Gaza. Banyak yang meninggal. Ada anak-anak, ibu-ibu, om-om, banyak sekali seratus orang. Mereka dibom. Kepalanya luka, kakinya, tangannnya. Bom juga membunuh Ibunya, bapaknya, embahnya.

Demi melihat wajahnya yang mulai bergidik. Saya hentikan cerita pengeboman itu. Mungkin dia membayangkan peristiwa itu.

Dia berujar, Israel itu nakal ya bu. Kenapa Israel nakalin Gaza?

Agak sulit menyederhanakan sejarah panjang konflik itu. Singkatnya, Israel dan Palestina rebutan rumah. Makanya jadi bertengkar hebat. Musuhan. Perang-perangan. Akibatnya banyak orang disakiti. Menangis dan terluka.

Raut wajahnya termenung. Kasihan ya bu, gumamnya. Saya jelaskan juga tentang aksi solidaritas yang dilakukan Sekolahnya. Aksi itu adalah keinginan kita sebagai manusia untuk membantu teman yang kesusahan. Saat ini anak-anak di Gaza sedang sulit. Mereka kehabisan obat, makanan, pakaian, buku dan rumah. Makanya untuk menolong mereka, sekolah mengajak anak-anak untuk menyumbang uang. Uang itu digunakan untuk membeli obat-obatan dan makanan.

Seperti zakat ya Bu? tanyanya polos.

Sederhananya. Iya nak anggap saja seperti zakat. Yang penting si sulung paham arti berbagi dan mempunyai rasa empati.

Setiap ada tayangan berita tentang Gaza, Si Sulung paling heboh menyimaknya.

Semurni Air Semurni Cinta Bapak


Pertama kali melihat iklan alat pemurni air Pure It. Langsung teringat Almarhum Bapak tercinta. Saat remaja di medio 94-an, kami sekeluarga pindah ke rumah yang belum memiliki fasilitas pasokan air dari PAM. Satu-satunya sumber air yang diandalkan adalah air tanah. Sayangnya air tanah itu keruh dan berbau. Tidak memenuhi standar air layak minum. Tambahan lagi, air tanah itu juga tidak layak untuk digunakan mencuci pakaian dan mandi. Sebab, air meninggalkan noda kecoklatan pada pakaian. Sedang pada kulit yang sensitif, air tanah menyebabkan gatal-gatal.

Bapak, sang Jagoanku, prihatin melihat kondisi air tanah itu. Untuk mengatasi kesulitan air, beliau mengangkut air dari kantornya empat sampai delapan derigen setiap hari. Tentu sudah seizin atasan beliau. Takut dituding mencuri air. Air bersih itu hanya untuk konsumsi minum dan masak-memasak. Pasokan mandi dan mencuci, bapak menggunakan tawas ke dalam sebuah bak besar. Almarhum Bapak ternyata tidak puas dengan solusinya sendiri. Menurutnya air yang ditawas membuat air berbau ‘pahit’ seperti obat.

Entah apa yang dilakukan jagoanku. Suatu hari bapak memboyong sebuah tong bekas aspal, pasir, ijuk, dan batu-batu kali (apung), juga batu kerikil. Beliau menyusun ijuk, pasir, batu-batuan, dari bawah sampai setengah tong. Setelah itu air tanah dikucurkan. Saya lupa berapa lama pemurnian air dalam tong itu berlangsung. Tau-tau air bersih yang jernih dan tak berbau mengalir dari keran di bawah tong.
Saya dan Bapak saat itu gembira luar biasa. Bagaikan menemukan mata air baru di musim kemarau.  Air jernih itu kami rebus kemudian diminum bersama sekeluarga. Segar!  Sebenarnya yang saya rasakan saat itu adalah kemurnian cinta kasih bapak kepada keluarga.Ternyata cara Bapak memurnikan air ini terdapat di blog orang yang bernasib sama seperti kami. 

Almarhum bapak pasti mengenang hal ini jika melihat iklan Pure It. Andaikan Pure It hadir kala itu, tentu semuanya jadi lebih praktis. Bapak tidak susah dan lelah berpikir solusi air keruh berbau. Tak perlu tong, ijuk dan teman-temannya. Bapak hanya perlu mengalirkan air tanah ke dalam pure it. Dan treng treng treng.... air jernih layak minum itu langsung bisa diteguk glek glek glek

Ah, rindu pada Bapak jagoanku. 
Cintamu  semurni air Pure It.


  www.pureitwater.com/ID/ www.pureitwater.com/ID/