Jumat, 13 September 2024

Hidup Ketiga Andaru dan Aruna.

Judulnya 'Hidup Ketiga', jadi novel ini memang menceritakan tentang reinkarnasi dari kehidupan dua orang yang bernama Andaru dan Aruna. Dalam kisah ini, Andaru dan Aruna adalah dua manusia yang saling jatuh cinta. Namun percintaan keduanya sudah tentu ditentang oleh keluarga Aruna. Tentu saja karena perbedaan status sosial mereka. Pada jaman itu, ceritanya Andaru dan Aruna hidup dalam masa era kerajaan-kerajaan di tanah jawa. Tersebutlah Aruna adalah anak dari Mahapatih sebuah Kerajaan.

Sedangkan Andaru adalah seorang budak yang bertugas sebagai pelayan kakaknya Aruna. Alurnya sampai di sini mudah ditebak. Romantisme dua orang yang sedang jatuh cinta. Kucing-kucingan untuk bisa bersama secara diam-diam. Hingga akhirnya mereka melarikan diri dari istana dan menikah di sebuah kuil yang jauh dari kerajaan mereka. Sempat beberapa waktu mencecap bahagianya hidup bersama, prajurit Ayah dari Aruna berhasil menangkap Andaru. Meskipun Aruna menangis, menjerit, memohon dan bersujud pada Ayahnya, Andaru tetap dieksekusi mati oleh Ayah Aruna. Sebelum mati, Andaru sempat disiksa dan dipermalukan disaksikan rakyat kerajaannya. Aruna meraung memeluk jasad Andaru. Dalam tangisannya, ia meminta semesta untuk mempertemukan mereka kembali. Dan, semesta pun mengabulkan permintaan Liana. 

Nah, alur ceritanya menarik di sini. Justru semesta memberi keistimewaan pada Andaru, ia bertemu 'malaikat maut'. Dalam hidupnya Andaru mengalami hidup yang tidak adil. Banyak plot twist dalam cerita kehidupan Andaru. Hingga semesta memberi kesempatan pada Andaru untuk bisa reinkarnasi dan dibekali ingatan dari kehidupannya dari masa lalu. 

Akhirnya Andaru dan Aruna bertemu di masa modern namun dengan kehidupan yang berbeda. Tapi, pertemuan mereka tentu saja tidak mulus. Karena Aruna lupa dengan kehidupannya di masa lalu. Bahkan sudah memiliki kekasih lain. Sedangkan Andaru hanya punya sisa waktu satu tahun lagi untuk bisa bersatu dengan Aruna lagi. Apabila Andaru melewati tenggat waktu itu, ia akan mati di usia yang sama saat ia mati pertama kalinya. Dan, kehidupan ketiganya ini adalah kesempatan terakhir kali reinkarnasinya. 

Perjalanan kisah Andaru dan Aruna ini sudah masuk bab ke 153 di platform Fizzo, aplikasi baca novel online. Jalan ceritanya terkesan lambat tapi menyentuh hati di setiap bab-nya. Karena, penulis menyajikan kisah hidup dan pergolakan batin tokoh Andaru dan Aruna secara rinci, tapi tidak membosankan. Novel ini masih on going. Cuss dicari judul novelnya Hidup Ketiga Andaru dan Aruna, penulis Daffo Azhar. 




Jumat, 30 Agustus 2024

Kakak-Adek Beda Sekolah, Yes or No


Waktu begitu cepat berlalu...

Anak-anak sekarang masuk fase remaja. Anak pertama sudah SMA dan yang kedua sudah jadi anak SMP. kalau dulu pas SD, kedua anak ini sekolah di tempat yang berbeda/ Nah, pas SMP anak kedua sekolah di SMP yang sama dengan kakaknya. Karena mereka beda 3 tahun, maka si adek masuk SMP, eh si kakak pindah sekolah ke SMA. Jadinya ya gak satu sekolah lagi. 

Kali ini, aku pengen cerita ternyata beda sekolah waktu SD dulu itu gak bisa dibilang apik dan gak juga dibilang buruk. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Kalau secara umum saja nih, sekolah si kakak itu termasuk dalam sekolah elite di kotaku. Jadi, anak-anak yang sekolah di sini kebanyakan berasal dari keluarga golongan menengah atas. Untuk soal pendidikan, sekolah ini lumayan baik. Di sini, ada guru yang fokus dengan pelajaran tambahan untuk anak-anak yang bersiap ikut olimpiade. Dan , selalu sigap memberi informasi tentang lomba-lomba. Hal ini memudahkan anak dan orangtua untuk mengasah kemampuanya. Namun, di sisi lainnya, sekolah ini juga punya konsekuensi lain dari siswa-siswanya. Yaitu, konsekuensi pergaulan siswa dari anak-anak borju. Bagi orangtua yang kemampuan finansialnya pas-pasan saja buat bayar spp-nya ngos-ngosan, mundur Wir! Kalo kamu maksa, konsekuensinya anak kita akan merasak jadi kayak 'Orang termiksin'. Sepatu, peralatan sekolah, gadget, sampe liburan aja nih mereka ceritain, ya namanya aja anak-anak ya. Misalnya gini, 'Liburan kemarin kamu kemana?" "Aku kemarin aku umroh sama mama papaku," atau "Aku ke Singapura doang," ada yang merendah "Aku cuma ke Bali aja," lalu giliran anak kita, "Aku di rumah aja. gak kemana-mana" eh itu juga cuma diucapkan dalam hatinya. 

Sebenarnya konsekuensi pergaulan itu bukan masalah besar ya kalau anak kita bisa menyikapinya dengan baik. Atau tipe anak yang percaya diri, cuek, dan pandai membawa diri dalam pergaulan. Sebaliknya tuh, kalau anak kita tuh, tipe yang sensitif, melankolis, jadi minder dan rendah diri. Aduh duh, sedih ah... Jadi berasa alien di antara teman-temannya. Padahal di masa-masa itu, mereka sedang membangun karakter dan kepribadian dirinya. Hal itu yang terjadi pada si kakak... Ia memendam segala rasa itu hingga kelulusan dari SD. Sebagai Ibu, sudah setiap hari nanya-nanya ke dia, Sekolahnya gimana? Temannya baik gak? Hari nii happy gak? Pokoknya segala tip parenting masa itu kayaknya aku ikutin deh. Dia selalu jawab, I'm happy, Aku lupa, Ya begitu deh... Hemmmm... Dari jawabannya aku anggap dia baik-baik saja. Toh, prestasinya juga baik, beberapa kali menang di olimpiade, lomba dan nilai di rapotnya tiap tahun membaik. Siapa yang tau apa yang ada dalam hatinya?


Saat kami ngobrolin sekolah lanjutan -mau ke SMP Swasta atau SMP Negri. Eh, jawabannya malah gak mau sekolah formal. Maunya homeschooling aja. Hah? Kok malah homeschooling? Ternyata eh ternyata, katanya si kakak dia merasa sedih selama di sekolah karena tidak ada teman, sering dikata-katain temannya karena hp nya jadul (pake hp aku karena dia belum ada hp sendiri), bahkan no wa ku dikeluarkan dari grup wa kelasnya karena pake no.wa orangtua. Meskipun ada guru di kelas, tapi sang guru diam saja. 

Shock. Itulah perasaanku saat itu. Sedih dan menyesal sekali. Karena sebelum mutusin si kakak sekolah disitu, aku berkali-kali survei, tanya sini sana. Sekolahnya juga termasuk sekolah terbaik yang kuharap bisa mendidik anakku berkembang dan tumbuh dengan baik. Yah memang sekolahnya baik sih kalau hanya dilihat dari laporan keberhasilan akademis, dengan moto 'Semua anak pintar', 'Sekolah tanpa diskriminasi'. Semuanya hanya sekedar slogan bergula-gula. Aku melewatkan adanya konsekuensi dari pergaulan anak-anak 'elite'. PSatu lagi penyesalanku, mengapa si kakak memendam sendiri. Tak pernah ia ceritakan hari-hari sedihnya itu. Apa mungkin karena si kakak ini laki-laki ya jadinya ngirit curhat.

Setelah ngobrol panjang lebar, dan sempat juga konseling psikolog. Karena si kakak jadi rendah diri dan menolak bergaul dengan orang lain di luar keluarga. Dia tidak mendapat kekerasan fisik, tapi efek dari kekerasan verbal dan pengucilan itu bisa menjatuhkan mentalnya. So sad. 

Akhirnya, si kakak sekolah di SMP Negri dekat rumah. Perlahan, mentalnya pulih kembali. Tentu dengan proses yang tidak singkat. Katanya dia lebih nyaman bergaul dengan teman-temannya yang notabene latar belakang ekonominya hampir sama. Tidak ada jurang perbedaan yang terlalu dalam. Yah, kalau saling cerita tentang liburan mereka, kebanyakan itu jalan-jalan ke umbul ponggok. Alias deket-deket Soloraya aja. Untuk SMA nya juga negri lagi. 

Sekarang pindah cerita ke Adiknya yang dulu sekolah di SD yang beda. Secara perspektif SPP sebenarnya, 11-12 sama si kakak. Tapi, karena sekolahnya berbasis sekolah alam, jadi perbedaan ekonomi di sekolah ini tidak jadi masalah. Mereka sekolah dengan santai sekali. Seragam sekolah si adek, kaos bersablon sekolahnya, ada hari bebas seragam dan juga boleh sekolah pakai sandal saja. Si adek tidak mengalami yang namanya konsekuensi pergaulan kelas atas. Meskipun teman-temannya juga berasal dari keluarga yang financialnya mapan tapi kayaknya mereka jarang cerita tentang 'kepemilikan benda mahal'.  Adek dan teman-teman lebih senang bermain bersama.Kalau hujan, mereka hujan-hujanan bareng, mereka bebas berekspresi di alam. Si adek tiap hari berburu ulat bulu, kadal, berburu ikan guppy di selokan, main lumpur, setiap waktu adalah bermain bagi mereka. Si adek setiap hari happy di sekolahnya. She has friends, has great time, she had lot of great memories.

Tapi, tetap ada tapinya... Adiknya ini sangat menikmati bersekolah di sekolah alam. Katanya karena sekolah di sini banyak santainya. Sedangkan akademisnya, yahhhh... ehmmm apa itu akademis? Ups. Tak apalah, karena sejak pindah ke SMP Negeri, dia tidak keberatan dengan semua kepadatan jadwal belajar. Dia juga rela dengan kedisiplinan di sekolah lanjutannya. 

Tujuan awalnya kami menyekolahkan di tempat yang berbeda, salah satunya agar meminimalisir anak-anak dibanding-bandingkan satu sama lain. Bukan oleh kami orangtuanya tapi, oleh lingkungan sekitar. Alhamdulillah, kami 'sedikit' berhasil. Toh, tetap ada yang membandingkan mereka. Si Adik sih easy going mendengar omongan orang, namun Si Kakak yang ternyata terbawa perasaan. 

"Coba aku dulu sekolah di tempat si adek, mungkin aku akan punya banyak teman, ya Bu,"

Apakah betul pikirannya itu? Ah, belum tentu ya... Kita tidak tau setangguh dan sekuat apa manusia dalam menjalani ujiannya. Kakak kuat diuji dengan 'bullying' selama itu, dan memendam sendiri. Tapi prestasi dan kemampuan akademisnya sangat baik. Apakah Kakak mampu jika diuji dengan 'kebebasan' seperti di sekolah Adek? 
Begitupun sebaliknya.... Setiap sekolah pasti ada sisi positif dan minusnya, tak mengapa karena ada hitam pasti ada putih. Ada gelap, pasti ada terang. 

Jadi, keduanya lulus dari SD dengan membawa hasil terbaiknya masing-masing. Pembentukan karakter dan pengembangan diri bukan hanya tergantung pada sekolahnya tapi berangkat atau modalnya dibawa dari rumah (keluarga). 

Nilai postitif dari sekolah kakak adek beda, sekaligus menambah teman Ibu, nambah grup wa di hp Ibu jadi lebih banyak. 

Sekarang keduanya sudah remaja. Dari mereka, aku menyimpulkan sebelum menentukan sekolah (swasta) ingat dengan strata ekonomi siswa yang sekolah di sana. Apabila itu sekolah alam, ya boleh di skip tentang strata ekonomi ini. Oiya, apabila sekolahnya berbasis agama, tetap tidak boleh berharap lebih banyak dari sekolah mengenai pengetahuan agama. Pendidikan agama terbaik berasal dari rumah. 

Untuk sekolah anak ketigaku nanti - saat ini masih 3 tahun - Aku sudah memutuskan untuk nyari SD lain lagi. hehehehe.... Yang dekat rumah saja. 




Selasa, 27 Agustus 2024

Hamil Anak Pangeran dari Alam Gaib adalah novel yang ditulis oleh Daffo Azhar, terbit di platform Fizzo Novel Online - Review

     Hamil Anak Pangeran dari Alam Gaib adalah novel yang ditulis oleh Daffo Azhar, terbit di platform Fizzo Novel Online.

    Cerita ini mengisahkan kehidupan Alea Alhura yang terpaksa menikah dengan siluman. Pernikahan mustahil itu harus terjadi karena adanya perjanjian antara Kakeknya Alea dengan siluman ular. Perjanjian itu dibuat bahkan jauh sebelum Alea ada di rahim ibunya. Konon, kakeknya pernah melakukan ritual semacam pesugihan, dengan siluman ular. Kakeknya Alea dulu meminta agar siluman ular membantunya agar menang dalam pemilihan kepala desa. Serta membantu menyingkirkan saingan-saingan politiknya. Untuk 'kerjasama' itulah, siluman ular minta timbal balik tumbal, yaitu keturunan dari kakek Alea yang perempuan yang akan dijadikan pengantin anaknya si siluman ular, saat anak itu berusia 17 tahun. Kakeknya Alea saat itu langsung menyanggupi permintaan siluman ular. Karena saat itu kakeknya belum punya cucu perempuan. Anak-anaknya masih bujangan. belum ada yang menikah. Namun, anak siluman ular nantinya yang akan memilih pengantinnya sendiri. Jadi, kakeknya tidak boleh menentukan si tumbal.

    Bertahun-tahun kemudian, setelah kakek dan nenek Alea sudah meninggal. Alea pun beranjak remaja, kelas 1 SMA, siluman ular datang untuk mengambil tumbalnya. Anak siluman ular yang bernama Dapunta, tertarik dengan Alea Alhura, cucu perempuan si Kakek. Meskipun Alea sebenarnya masih ada adik perempuan, tapi Dapunta - akan siluman ular- menginginkan Alea. Cerita ini bergulir, seru dan menarik. Dalam perjalanannya Dapunta bukan hanya tertarik, namun juga jatuh cinta pada Alea. Begitupun Alea, jatuh cinta dengan Dapunta. Tapi, cinta mereka terhalang dunia yang berbeda. Konfliknya di sini, adalah sebenarnya Alea adalah tumbal yang diminta oleh siluman ular. Memang itulah perjanjian antara kakek Alea dan siluman ular - Ayahnya Dapunta, yang tidak bisa dibatalkan meski Kakeknya Alea sudah meninggal. Seharusnya cerita cinta mereka bisa berakhir indah, hanya dengan Alea sukarela tinggal di dunia siluman bersama Dapunta. Perjanjianpun terpenuhi. 

Namun, orangtua Alea terutama Ibu-nya tidak terima dengan perjanjian gaib tersebut. Memang perjanjian gaib itu dilakukan oleh ayah mertuanya tanpa sepengetahuan siapa pun. Ibunya Alea, tidak mau anak kesayangannya diambil oleh siluman ular. Sedangkan orangtua Alea adalah muslim yang taat beribadah. Kemudian, mereka meminta bantuan pada seorang Kyai, yaitu Abah Kyai -pemilik pondok pesantren yang dikaruniai kemampuan lebih dalam hal 'ilmu gaib'. Abah Kyai ini mampu berkomunikasi dengan mahluk astral, bahkan mampu mengeluarkon rohnya dari tubuh dan pergi ke alam lain. Berkat, Abah Kyai ini, Alea bisa diselamatkan dari dunia siluman dan kembali ke pelukan orangtuanya. Tapi dengan kondisi Alea hilang ingatan dan tidak waras. Ternyata, kondisi Alea ini memang efek dari perjanjian gaib tersebut. 

Kok bisa Abah Kyai membawa Alea kembali. Nah, melalui Abah Kyai inilah, penulis menjelaskan posisi manusia, siluman, demit dengan baik. Abah Kyai berkata dia tidak takut pada siluman ular karena ia punya Allah SWT. Kekuatan doa dan kepercayaannya pada Allah bisa membakar kerajaan siluman ular. Di Bab Abah bernegosiasi dengan siluman ular, penulis menggambarkan Abah mempunyai cahaya putih yang panas, yang disebut dengan kekuatan Ilahi. 

Kemudian dalam perjalanan cinta antara siluman dan manusia ini, ternyata sebenarnya Dapunta dulu adalah manusia yang hidup di jaman penjajahan Belanda. Dapunta hidup dalam keadaan yang menyedihkan hingga ia menginginkan kematian. Saat ia berusia 17 tahun, Dapunta sedang sekarat itulah siluman ular mengambil Dapunta ke alam siluman. Ia menjadikan Dapunta sebagai anaknya. Menjelmalah Dapunta sebagai siluman ular. Bagaimana ini bisa terjadi. Kekuatan imajinasi dari sang penulisnya. Meskipun Dapunta sudah jadi pangeran siluman ular, hati dan perasaan manusianya masih dominan. 

Ia sangat mencintai Alea, maka Dapunta rela jiwa silumannya dimusnahkan oleh Abah. Kata Abah Kyai, hanya cara ini yang bisa menyembuhkan Alea waras seperti dulu lagi. Kemudian Dapunta tidak bisa lagi tinggal di dunia siluman. Dapunta menjadi arwah gentayangan yang dimasukkan Abah ke dalam botol dan hidup di dunia manusia. Levelnya sekarang Dapunta sama dengan demit-demit yang seperti kita tau... Tapi berkat bimbingan Abah Kyai, Dapunta dibimbing menjadi arwah yang masuk Islam. Diajari solat dan berzikir. Karena, dengan berzikir Dapunta bisa menjaga dirinya dari serangan mahluk astral lain. 

Kemudian ceritanya Dapunta dan Alea berkembang hingga 500-an bab sampai saat ini. Kisah yang sangat menarik. Bukan hanya karena romantismenya, tapi perjalanan spritual Dapunta dan Alea. Keduanya memperbaiki ibadah dan wajib berzikir. Benar adanya, bahwa manusia yang beriman harus senantiasa beribadah, wajib mengingat Allah-Tuhannya. Mahluk Astral itu takut dengan kekuatan Ilahi. Oiya, saat Dapunta berhasil menggaet Alea itu juga karena Aleanya sedang lalai dalam ibadah. 












                                              

Minggu, 30 Oktober 2022

7 Cara Keluar dari Baby Blues


Belakangan ini kata-kata mengenai kesehatan mental, Anxiety, depresi, Post Partum Depresion (PPD), jadi trending topic. Saya juga tidak paham betul dengan kata-kata itu. Dulu hanya tau sebatas Baby Blues Syndrom, kepribadian ganda-nya Sybil dan Orang Dengan Gangguan Jiwa. Dan Saya merasa yakin bahwa dengan logika, keimanan dan kemampuan berpikir yang baik, gangguan semacam itu berada jauh dari lingkaran kehidupan Saya.

Saya ini tipikal orang yang berpikir realistis, no menye-menye. So, Saya  Pe De banget dong waktu ituu. Saking logisnya dulu, banyak teman-teman yang males curhat. "Lo tu manusia apa bukan sih! Pake hati lo!" Senada gitulah protesnya. Saya pikir mereka aja yang terlalu lebay sih... ngggg.

But, till that moment... Jeng jeng jeng; Being a wife, a mother, daughter and daughter in law in the same time, its not as simple as I thought. Why it took really hard? Padahal, itu 'hanyalah' bagian dari siklus kehidupan manusia normal. Entahlah, nyatanya sejak  pasca melahirkan, Saya yang anti menye-menye ini jadi auto dramaqueen. Jadi kayak pabrik airmata... Ujug-ujug mewek, nangis, mewek-nangis. Sebetulnya Saya juga sebel dengan kecengengan itu.

Segala perasaan haru biru itu makin lengkap tatkala malam tiba. Setiap malam, Saya merasa kedinginan yang amat sangat. Dinginnya hingga menusuk tulang. Ngiluuu. Anehnya, baju yang Saya kenakan justru basah kuyup karena keringat. Kondisi itu berlangsung hampir selama 6 bulan awal kehidupan Saya sebagai Ibu baru.

Then, Saya tuh takut tidur. Pikiran tuh takut bayi Saya tak bernafas. Setiap waktu mengamati dada dan perutnya 'harus' bergerak. Artinya dia bernafas. Setiap lima menit diukur suhu tubuhnya. Saya takut tiba-tiba suhu tubuhnya naik. Anak Saya tak boleh sakit, karena Ibunya sigap. Overthinking.

Saya coba mengeluh kepada orang terdekat. Namun, tak ada yang bisa mengerti saat itu. Bahwa, Saya lah yang terlalu lebay dan manja. "Ingatlah jika semua wanita itu akan jadi Ibu". "Kemudian jadilah Ibu yang baik". "Seperti Ibu-ibu terdahulu, bayi-bayi mereka tumbuh dengan baik, tetap bisa bekerja dan beraktivitas biasa. Gak manja". 

I hate me and myself at that time. 

"Kenapa sih gue?? Bukan gue banget deh!I didnt know what happened. Kemudian... Setelah bertahun-tahun... Saya membaca tentang  gejala depresi di sebuah poster kesehatan dalam ruang tunggu praktek dokter. Which is cocok dengan kondisi yang 'carut marut' itu.

Apakah benar Saya depresi waktu itu? Maybe Yess... Maybe No. Saya gak ke ahlinya saat itu. Perasaan 'lemah' itu berlanjut sampe bertahun-tahun. Kelahiran anak kedua juga menambah buruk keadaaan 'dalem jiwa'. Hiks... 

Sempat merasa malu juga karena merasa kurang iman. Pernah dengar kalo baby blue atau depresi itu penyebabnya karena kurang iman. Saya tingkatkan ibadah, baik wajib maupun sunah. Namun ternyata, perasaan carut marutnya itu masih menyerang. 

Jadi kayaknya bukan karena iman yang kurang juga deh. Lebih kepada kemampuan kita mengelola emosi dan stres. Emosi dan stress itu bagaikan Rolercoster. Apalagi dalam kondisi kelelahan, kelaparan dan kesepian mendengar tangisan bayi itu seperti suara desingan peluru. Suara tangisnya itu  bikin stress. 

But I am healthy now, I hope for sure... Saya berupaya untuk lebih sehat mental dengan cara-cara ini:

1.Confess
    Mengaku bahwa Saya bukan Super Woman. I need help. Mengabaikan omongan orang lain. Dibilang manja, males, cuek aja. Yang penting Saya 'fresh'.

2. Help / Bantuan
    Minta bantuan untuk menjaga dan merawat anak. Atau membereskan urusan rumah.

3. Speak / Ngomong
    Komunikasi dengan orang terdekat, yaitu suami. Suamilah yang harus paling tau tentang kondisi istrinya. Meski kadang-kadang sebel dengan jawaban sok tau suami. Pokoknya keluarkan saja semua kata-kata yang ada di pikiran saat itu. Meski gak bikin lega juga tapi pokoknya dia juga ikut bertanggung jawab. Gak semua wanita sih bisa begini. Apalagi jika kepribadian yang introvert... Tapi yang penting sih, sebagai wanita harus percaya bahwa dirinya 'berdaya'. Dicoba saja...
 
4. Me Time / Waktu sendiri
    Kalau saya mengartikannya dengan hobi. Ternyata emang penting banget punya hobi loh. Bisa jadi penyaluran stres dan tekanan tinggi saat dewasa ini. Saya itu gak punya hobi. Cuma terbiasa nulis karena pekerjaan sebagai wartawan. Jadi kebiasaan itu masih melekat saat sudah mengundurkan diri. Apapun yang Saya rasakan, ditumpahkan lewat tulisan oret-oret. Saya pengen maki-maki gitu, sama "...." (sensor), ditulis oret-oretan. Tulisannya disimpen aja.

5. Skinship 
    Menyentuh anak tanpa penghalang. Saat stress berat, Saya peluk si bayi yang 'naked' saat menyusui. Cara ini memberi rasa cinta yang dalam. I love my baby more... Atau bisa minta suaminya sering-sering menyentuh dengan kasih sayang dan cinta, pastinya. Kegiatan yang efektif untuk menurunkan tensi stress pada wanita.

6. Olahraga
    Slogan "Men sana in corpore sano", di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, itu tepat banget. Bukan hanya atlit yang berolahraga. Kita pun harus olahraga. Saya dulu ketemu teman yang nyari barengan yoga di rumah nya. Waktu ini anak kedua udah 8 tahun. Rutin yoga dua kali seminggu. Dan rasanya ngefek ke tubuh dan hati. Nafas jadi lebih panjang dan dalam. 

7. Relaksasi
    Dengan nafas yang baik, relaksasi ini mudah tercapai. Saat pikiran penat, lakuksn relaksasi maka hati jadi ayem lagi.

Stres pasca lahiran terjadi lagi pada kelahiran anak ketiga. Tapi, dengan bekal pengalaman dan cara mengelola stres dengan baik, Alhamdulilah bisa cepat terkondisikan.
    
Alhamdulillah sekarang ini Saya merasa lebih baik. Jiwa Saya lebih sehat. Lebih mudah tertawa dan gampang merasa bahagia. 

Mungkin cara Saya keluar dari depesi akan berbeda dengan orang lainnya. Karena kita kan memang manusia yang beda. Tapi, dengan mengetahui pengalaman orang lain, setidaknya tidak merasa 'sendiri dan aneh'.

Motherhood is awesome but sometimes drive me crazy.  Semangat sehat jiwa dan raga ya Moms... Love yourself...



     
   







Sabtu, 29 Oktober 2022

Biaya Tak Terduga Nyekolahin Anak

Masa anak mulai sekolah, bagi para orangtua adalah langkah mulai memperhitungkan financial. Soalnya pengeluaran pasti bertambah. Gak cuma buat makan sehari-hari, ongkos hiburan, beli baju dll.

Tapi ada pengeluaran tetap, yaitu SPP anak dan uang pangkal masuk sekolah dll. Besarannya tergantung sekolah yang diincer sih. Beda-beda. 

Mulai dari jenjang TK, SD, sampe perguruan tinggi, silakan diitung dari sekarang deh. Besaran biayanya bisa dikira-kira lah. 

Tapi emak juga harus memperhitungkan pengeluaran tak terduga juga. Terutama masa anak TK dan SD.

Pengeluaran apakah? Yaitu ongkos pergaulan sesemak di sekolah anak. Beh... bisa dibilang ini waktu sesemak ngeksis alias tampil. 

Pengeluaran ini memang tidak terkait secara langsung dengan pendidikan anak. Tapi, buat sesemak yang hobi ngeksis, harus mempertimbangkan ini sih. 

Ini pengalamanku aja waktu dua anak bersekolah di TK dan SD. Anak-anak ku sekolahnya beda-beda. Tapi aura pergaulan sesemaknya sih sama. Di setiap sekolah anak-anakku pasti ada sesemak yang mengelompok dan hobinya "gaul" aka arisan. 

Arisan emak macan ternak ini juga berdampak pada pergaulan anak ternyata. Biasanya, anak-anak dari emak2 ini akan munculin pengelompokan juga. Macam ada geng emak, bikin cabang geng anak2 nya mereka itu. Nah, yang bukan circle mereka udah dicuekin aja. 

Dari sini juga lah sumbernya si pengeluaran tak terduga itu. Tapi tergantung juga seberapa kuat mental si emaknya. Ikut arus eksistensi atau cuek jadi diri sendiri.

Untuk si emak yang ngikut arus ini, yang menciptakan "biaya tak terduga" itu. Contoh kecilnya, setiap arisan ada dress code. Alasannya, biar cantik pas difoto. Ya kan? Ya kalo cuma sebatas, dc: nuansa tosca. Terserah mau jilbabnya, baju atau celananya. Pokoke tosca. Kalo gini nih enak, disesuaikan saja dengan yang dimiliki. Yang penting ada tosca2 nya. 

Tapi, kalo dresscodenya itu udah kudu 'seragam' batik motif ini, lurik motif itu. Atau kudu merk ini. Apabila gak ada, ya harus ada. Beli lah Mak.... Gini nih awal mulanya. 

Ada yang santai ngikutin pergaulan. Ada juga yang memaksakan diri bergaul. Akhirnya sampe ngutang-ngutang demi "seragam". Biar eksis dan gak dirasani di belakang nanti.

Meski udah ngeksis juga, gak luput dirasani ya. Ada aja lah topiknya. Penampilan sesemak, anak, ekonomi keluarga, rumahnya, kendaraannya, hapenya. Wah, macem2 lah. 

Gak aneh sih sebenarnya. Memang lingkungan kita tuh ya kayak gini. Ada aja yang dirasani seolah diri ini paling oke. 

Pergaulan emak-emak ngeksis akan mulai berkurang saat anak di SMP nanti. Ya, karena anak udah mulai pengen mandiri kan. Jadi, gak mau dibuntuti Emak lagi. Kayak anak mbarepku sekarang yang udah SMP. Giliran anaknya yang pengen eksis, ya kan? Damai bener Emak, gak ada yang ngerasani lagi.











Selasa, 25 Oktober 2022

Hukum Permintaan Ikan Patin di Solo

26 Maret 2022

Hari ini tuh bahagiaku receh banget.  Cuma ngeliat ikan patin hidup dan berenang-renang di Pasar Ikan Gedongan, Colomadu. Setelah 14 tahun tinggal di Solo, bisa membeli ikan patin seger tur isih urip, rasanya sueneng banget.

Dulu sekitar 2008, Saya baru pindah ke Solo, rodok susah nyari ikan patin. Kalau pun ada ya di Pasar Gede atau Kadipolo. Ikan patinnya yang jenis patin hitam. Ikannya udah mati, insangnya hitam. Kondisinya sudah gak segar lagi. Pengaruh ke hasil masakan juga, amis dan agak pahit. Nek menurut lidah Saya (lidah wong Palembang) loh. Sebaliknya, Mas Suami sih gak ngerasa apa-apa. Enak-enak aja katanya.

Kebiasaan Ibu Saya dulu di Palembang, syarat agar masakan pindang (Sop) Patin itu enak adalah ikannya. Harus yang masih hidup dan berjenis patin merah. Boleh patin hitam tapi yang liar di sungai, bukan dari tambak. Kalo hasil tambak itu, ikannya terasa agak-agak ada aroma lumpur / tanah. 

Standar itu jadi semacam kunci. Akibatnya syulit mendapatkan ikan dengan kualitas grade A itu. Mending gak makan pindang patin deh klo gak ada patin grade A itu. 

Tapi keadaan ini berangsur berubah. Sejak 2018 kayaknya, ikan patin gak susah lagi ditemukan. Banyak lah yang jual ikan patin. Gak harus ke Pasar besar lagi. Dan, ikan patinnya sudah ada yang jenis patin merah. Dalam keadaan hidup juga. Catet! Senang sekali hatiku, bisa masak Sop Patin yang paripurna. Lengkap dengan teronf ijo bulat dan kemangi. Ditambah sambal nanas. Nikmat banget.... 

Meski pun begitu, Saya rekomen nya beli patin di Pasar Kleco atau Pasar Gedongan. Untuk Ikan patin merah dan segar. 

Terselip pertanyaan juga, kok sekarang banyak yang jual patin ya. Apalagi ada ptin merah dan hidup. Hukum ekonominya, apabila demandnya tinggi maka supply nya pun mengikuti. Apakah Solo semakin banyak warga dari Sumatera atau daerah yang suka ikan-ikanan? Soalnya keluarga Suami yang asli Solo gak doyan ikan. Paling mung lele sama kakap janti (Nila), yang doyan. 

Padahal Ikan Patin tuh enak. Segar dan bergizi. Dimasak Pindang (Sop) nih segar. Apalagi pas gak enak badan... Kalo gak suka aroma amisnya. Perhatikan cara membersihkan ikannya. 

Tip:
1. Saat membersihkan ikan harus hati-hati. Jangan sampai empedu ikan pecah. Ikannya akan pahit kalo kena empedu. Empedu itu yang warnanya hijau.
2. Buang isi perut ikan.
3. Buang insang ikan. 
4. Kucurkan jeruk nipis dan garam selama 10 menit. Atau air larutan cuka dapur. Terus bilas lagi.
5. Marinasi dengan bawang merah,bawang putih, kunyit, jahe, laos. Semua diiris tipis. Juga garam. Diamkan selama 30 menit.
6. Rebur air sampai mendidih, masukan Salam, serai digecek, air asem jawa. Trus masukan ikan serta bumbu marinasinya. 
7. Cek rasa. Tambahkan kecap asin, gula da  garam, terong bulat. Terakhir kemangi.

Bahagiaku recehnya... Yuk makan Pindang Patin Palembang. 





Jumat, 24 Desember 2021

Nikah atau Jomblo Forever?

Menikah atau tidak ya?

Isu ini kok ya asik aja buat dibahas. Aku - maksudnya yang pengen bahas. Tergelitik dari berita yang kubaca, "Nicholas Sean Tidak akan Menikah" -DetikHot. 

Kenapa? Salah satu alasannya karena sulit mengontrol hal lain dari luar. Lebih mudah mengontrol diri sendiri, daripada orang lain (mis: pasangan dan keluarga besarnya, anak-anak dll). 

Memang betul ya yang dipikirin putranya Pak Ahok (mantan gubernur DKI) ini. Kalo di rumah tangga itu ada aja dinamikanya. Ciyeee dinamika... Pasangan udah oke nih, eh ada aja masalah dari keluarganya. Atau anak-anak yang dinamis sekaleee. 

Aku juga sempet mikir kayak dia. Tapi beda alesannya. Kalo aku tu alesannya karena menikahkan adalah pilihan  alias sunah alias gak wajib. Jika pun gak menikah, juga gak papa, selama kita menjalani hidup dengan bermanfaat. Ya, gak menyesali diri karena beranggapan diri 'gak laku'.

Tapi pemikiran ini pasti ditentang orangtua lah. Iya lah yaaaa... Karena, menurut pandangan (entah pandangan siapa), tugasnya orangtua itu selesai jika anaknya sudah menikah. Kalo misal belom ya berarti tugas orangtua belom selesai.

Termasuk Ibuku mikirnya kayak gitu. Jadi, aku harus menikah. "Jika, anaknya bisa mandiri dan gak jadi beban keluarga, bukannya tugas orangtua juga selesai?" Kataku pada Ibuk.

"Gak gitu, yooo... Kalo anak gadis gak nikah- nikah, tanggung jawab atasmu ada di pundak Bapakmu. Kalo udah nikah, beralih ke suami."

Singkatnya, Aku manut untuk menikah. Dengan laki-laki pilihanku. Minimal tugas Bapakku selesai... 

Dan, memang drama rumahtangga itu ada-ada aja. Baik dari diri kita sendiri, pasangan, orangtua sampai lingkaran luar. Ngaduk-aduk perasaan. Ya, seperti yang dibilang Nicholas itu. Sulit dikontrol. Tapi itulah seninya kehidupan... Canda seniii. Minimal orang sudah menikah itu sudah jadi survivor sejati. Gak perlu lagi nyari tantangan uji nyali atau uji adrenalin. 

Jadi gimana ini, menikah atau tidak? Wis lah apapun pilihannya yang terpenting itu keputusanmu sendiri. Jangan menikah karena 'terpaksa'. Atau tidak menikah karena 'gak laku'. Kamu harus menghargai dirimu sendiri.