Selasa, 18 Desember 2018

Gigiku Sayang Gigiku Hilang

Datang santai, pulang lunglai.

Sama kayak kebanyakan orang, yang takut berkunjung ke dokter gigi. Kalo gak parah banget sih, masih selow. Nyut-nyut sedikit sih gampang, nenggak pain killer. Hilang sakitnya. Gitu aja terus dari jomblo sampe beranak dua. 

Sebenernya ini mau cerita tentang lalainya aku hingga harus merelakan gigi-gigiku hilang. Dan, plissss jangan ditiru. 


Lalai

Belasan tahun yang lalu, ada gigi bolong dan harus ditambal. Bukan cuma sekali dateng selesai. Harus ada beberapa sesi (baca:mingguan). Pengennya kan sekali dateng langsung rebes ya, kan? Hingga tiga kali datang masih juga ditambal sementara. "Minggu depan ke sini lagi ya. Ditambal permanen."

Lah... ajakan nge date dokter gigi itu terabaikan sudah. Saking banyaknya kegiatan (ciyee sibuk ceritanya), jadi lupa. Lagian perjalanan dari kantor ke temlat doktsr gigi bisa habis 1,5 jam lebih. Ini jarak dari HI ke Depok. Kantornya di kawasan Grand Indonesia dan kos di Lenteng Agung. Dokter giginya di Depok. Hasilnya ketemu jalan macet terus bikin males. Ya gitu deu tambalannya juga macet.

Akhirnya pindah dokter lah ke dekat2 kantor. Tapi dokter giginya nolak untuk melanjutkan tambalan. Karena tidak punha rekam medisnya atau step2 riwayat tambalan itu. Ya sudahlah..... 

Waktu terus berjalan maju. Kemudian menikah, hamil dan menyusui. Fase kehidupan ini amat berpengaruh pada gigi. Karena saat hamil dan menyusui, Ibu memberi kalsium pada bayi. Ini rasanya, luar biasa. Gigi senut-senut tapi gak bisa minum obat. Dosisnya kecil sekali agar aman untuk kehamilan. Efeknya ya gak ilang lah senut2nya. Mulai deh tuhh... giginya rapuh. Saat lagi ngunyah tiba2, kretek.. patah sebagian. Dan akhirnya mahkota giginya patah semua. Dua gigi raib sudah. Ditambah, bolong lagi di sana sini. 

Nge date lagi lah ke.dokter gigi. Kira2 waktu itu anak sulung lagi umur satu tahun. Gigi yang bolong tidak perlu dicabut namun lerawatan akar gigi. Jadi dipasangin crown gigi (semi gigi palsu). 

Alhamdulillah giginya udah baek lagi. 

Ketika hamil anak kedua, drama gigi terulang lagi. Sama persis ceritanya dengan anak pertama dulu. Senut2 dan patah-patah. Pada fase ini mulai ada abses di unfinished story of my tooth. Alias tambalan yang belum selesai dipermanen. 

Tapi, kalo masih bisa diselesaikan dengan pain killer dan minyak burung kakak tua, kayaknya gak perlu ke dokter gigi dulu. Kebiasaan buruk nih! Padahal jadi masalah buruk di kemudian hari. Aishh... 

Pas kelahiran anak kedua, juga dua gigi raib. Bukan tanggal yak. Raib. Ujug-ujug udah gompel aja. Pas lagi makan atau pas lagi ngapain, entahlah.

Bad News

Suami kan cerewet banget soal gigi nii. Pas ngerasa gigi mulai bermasalah lagi, langsung dibawelin nge date sama dokter gigi. Untungnya dapet dokter gigi yang komunikasinya bikin nyaman hati. Sebelumnya sih ketwmu dokter gigi yang cool. Dokter cool dan bor di tangan, kombinasi yg tepat bikin Saya ogah balik lagi. Traumaaa...



Dokter menyarankan untuk rontgen mulut. Dari hasil rontgen, dokter gigi menjelaskan permasalahan di gigi Saya. 

Masalahnya banyak banget... Hiks. 

Oleh sebab itu, penanganannya harus di tangan dokter bedah mulut. Katanya, ada infeksi yang menyebar hingga ke sinus (gigi atas), dan ada infeksi di gigi bawah. Gigi yang dipasang crown. Seharusnya Saya rajin periksa meski gigi sudah dicrown. Hiks lagi... 

Hanya dua gigi yang terinfeksi tapi sudah menulari gigi-gigi lainnya hingga gigi itu mati. Solusinya harus dicabut.... 

"Hanya dua gigi itu, Dok?"
"Kira-kira delapan?"
"Hah????!!!"

Kira- kira Saya tuh sambil melotot dan mulut melongo. Sambil nahan airmata. Hiksss.... 

"Ompong, Dok nanti..." sambil berurai airmata. 😭

Tindakan mengambil gigi itu harus dengan bius total. Operasi bersama dokter THT utk membersihkan sinus. Jangan ditunda lebih lama. Karena bisa2 menular lebih banyak gigi yg masih sehat.

Dokter nanya tuh. Apakah Ibu sering sakit kepala? Sejujurnya sih emang sering. Terkadang ada rasa kebas di pipi kanan dan leher bagian kiri. Namun hilang setelah minum Pana*ol plus istirahat. Sakitnya emang hilang tapi sumbernya masih "dipelihara".

Akibat Infeksi

Apakah ada cara lain? Jangan dicabut, Dok... Please... 😦
Infeksi pada gigi harus segera diatasi. Bagaikan pintu gerbang, bakteri leluasa bergerak menjelajahi tubuh ini. Saat ini sudah memasuki area sinus. Jika didiamkan terus, bisa saja bakteri "berjalan" sampai jantung. 

Apalagi jika, hamil bakteri bisa berenang di jalur pembuluh darah hingga ke rahim. Apapun kemungkinan buruknya, saat ini masih dalam kondisi baik. Mari tutup gerbangnya. Matikan infeksi yang telah ada. InsyaAllah jadi ikhtiar untuk menjaga kesehatan tubuh. Aamiin.

Operasi

Kata itu tetap horor meski pernah operasi sebelumnya. Waktu melahirkan anak kedua, terpaksa operasi dengan bius lokal. Mati rasa dari udel ke bawah. Saya tetap sadar kan... Nah, operasi yang ini gunakan bius total. Logic aja, mengingat operasi ganda. Bersihkan sinus dan cabut banyak gigi. Cabut satu gigi aja sudah ndredeg, apalagi banyak. Fyi, BPJS mengcover operasi ini meski Saya naik kelas rawat. *biarcepetdptkamarrawat. 

Selanjutnya, tau- tau udah di kamar rawat. Mas bojo sudah senyam senyum di sampingku. Sorry, Mas ndak bisa bales senyum. Masih ada pengaruh biusnya. Ditunjukannya gigi2 yg dicabut. Ada sembilan gigi, ini termasuk gigi yg raib karena patah sendiri, sisanya masih ketinggalan di gusi. Oh... Gigiku.... good bye.😭

Pencegahan

"Alhamdulillah sudah selesai operasi. Tetap dirawat seterusnya. Jangan diulangi lagi." Begitu pesan Mas Bojo. 

Betul juga nasihatnya. Sisa gigi yang sehat ini harus dirawat betul. Rajin sikat gigi 2x sehari dan sebelum tidur. Termasuk bersua dengan dokter gigi secara rutin. 

Kejadian ini jadi senjata ampuh buat anak2 klo males2an sikat gigi.



So... Akrab dengan dokter gigi yuk. Jaman now banyak dokter yg rupawan. *Halah.... Cari dokter gigi yang bisa bikin dirimu nyaman. Bikin jadwal ngedate minimal 6 bulan sekali
Pe eR selanjutnya mencari gigi baruuuu. Huhuhu... 😎😎😎





Tidak ada komentar:

Posting Komentar