Jumat, 27 November 2015

Hati-hati Ada Yang Niru

Tiba-tiba Mas Bagus ku ngomelin adiknya, Mbak Genduk.

"Adek ini! Ini gak sopan. Gak boleh loh, melakukan hal ini. Karena apa? Karena tidak sopan!" Omelan Mas Bagus ke Mbak Genduk.

Entah apa yang jadi penyebabnya. Saya hanya mendengar dari balik dapur.

Mas Bagus ngomel dengan intonasi suara yang tinggi dan cempreng. Pilihan kata yang dia gunakan ini membuatku tersenyum malu. Sadar banget kalo, kata-kata dan gaya ngomel itu milik Si Emak. Yes, dia seperti mini me. Bukan hanya Mas Bagus. Mbak Genduk juga sama. Kebanyakan yang ditiru sih yang negatifnya, cara ngomel dan marahnya.



Misalnya, saya menerapkan hukuman timeout (masuk ke ruang setrika dan mengucapkan istighfar), untuk tindakan pemukulan, penendangan dan menyakiti. Pokoknya tak boleh ada kekerasan. Pas siku saya tidak sengaja terkena kepala adiknya yang lagi mengekor sambil narik daster, Si Mas Bagus, langsung berdiri, berkacak pinggang, sambil berujar.

"Ibu, timeout!" Ucapnya tegas sambil menunjuk ruang setrikaan.
"Ucapkan Istighfar 10 kali. Dan jangan ulangi lagi," lanjutnya.

Setelah mencium Mbak Gendhuk dan minta maaf, saya menuruti perintahnya.Timeout di ruang setrika, sambil berupaya keras menahan senyum dan tawa geli. "Senjata makan tuan," batinku.

Ngeri nih.... Saya bukan 100 persen malaikat, apalagi bidadari. Sering khilaf juga. Gak pengen dong, perilaku yang buruk ini dicontoh anak-anak.

Itu baru pengaruh dari dalam rumah (Emaknya). Bagaimana dengan pengaruh dari lingkungan luar, misalnya, tontonan, bacaan, internet, teman-teman sepermainan. Dan banyak lagi, banyak lagi.

Shock banget pas Mas Bagus, mengancam adiknya, "Aku pukul tanganmu sampai keluar darah, ya!" Alasannya karena Mbak Gendhuk, mengganggu dia yang sedang membaca. Langsung saya tegur dan interogasi. Kenapa bisa mengatakan kata-kata yang demikian. Selama ini, saya sudah menjaganya dari contoh kekerasan. Melarangnya nonton film kartun yang ada adegan kekerasan dan kata-kata yang "kasar". Pun buku bacaannya saya sortir. Saya tidak pernah mengancam dia, apalagi dengan kata-kata yang "sampai keluar darah". Lalu, darimana dia menirunya?

Pengaruh negatif cepat sekali melekat dalam ingatan anak-anak. Seperti Teori Ilmu Komunikasi, "The Bullet Theory", atau Teori Peluru. Sekali "Jedder!", peluru langsung melesat dan menancap.

Nah, ini nih. Bila pengaruh negatif cepat melesat bagai peluru. Lain lagi dengan pengaruh positif. Misalnya, Saya ingin anak-anak menjadi anak yang sholeh-sholehah, ingat pada Allah Swt, jujur, adil, buang sampah pada tempatnya, peduli lingkungan, tidak boleh menyakiti hewan (meskipun gak pelihara hewan di rumah), berempati kepada sesama, sopan dan santun orang yang lebih tua. Banyak banget ya... Hal-hal positif ini, tidak bisa pake teori peluru. Yakin gak kena deh.

Pengaruh positif ini harus dibiasakan. Biasa. Terbiasa. Yang artinya, berkali-kali. Sering kali. Banyak kali. Juga tidak bisa disampaikan dengan kata-kata thok! Saya, Si Emak dan Bapak (Harus dipaksa juga nih Si Bapak, sering kecuekan) harus konsisten menjaga perilaku. Akhlakul Kharimah. Aamiin!

Mas Bagus Alhamdulillah udah berusia 7 tahun, Saya masih mengingatkan, "Buang sampah di mana?" Kadang Mas Bagus lupa.

Saya mulai bicarakan tentang hak dan kewajiban manusia dan anak.

Hak anak adalah mendapatkan kasih sayang orangtuanya, hak bermain dan hak belajar (pendidikan). Dan kewajiban anak-anak adalah patuh kepada orangtua, sholat lima waktu dan mengaji. Saya berikan haknya, nonton tivi satu jam sehari dan main game satu kali satu bulan. Dengan syarat, melakukan menunaikan kewajibannya. Patuh pada orangtua, sholat, belajar dan mandiri.

Memberi pengaruh positif ini saya kira akan berlangsung hingga dia dewasa nanti. Sampai dia minta izin untuk menikah kelak (Jauuuhhh banget mikirnya, Mak!). Semasa masih berada dalam tahanan Emaknya, saya akan berjuang konsisten memberi mereka pengaruh positif. Jangan negatifnya thok yang nyantol.

Anak-anak semakin besar. Mau tidak mau. Siap tidak siap, saya harus merelakannya bertempur di medan perang. Akan banyak peluru-peluru (pengaruh negatif) berseliweran. Sekuat apapun, Emaknya, menjaga mereka, paling hanya bisa menitipkannya pada lindungan Sang Maha Kuasa. Berharap, anak-anak mempunyai tameng pelindung agar selamat dalam kehidupannya di dunia dan akhirat. Aamiin.



Antri dong.

3 komentar:

  1. Menjaga anak2 dr pengaruh buruk memang pr terbesar ortu mbak . saya sering mendapatkn anak2 berlaku kasar yg entah drmana dapatnya. Setiap ditanya jawabnya 'tidak tahu'. Sampai kadang saya harus mendatangi sekolah..bertanya ke guru dan teman2 nya..

    BalasHapus