Selasa, 07 Juni 2016

Mak Irit 2: Jualan!


Cerita lanjutan anak-anak jualan di CFD. Mak terharu melihat semangatnya. Jam 5 subuh, sudah bangun, sholat subuh, mandi, sarapan. Jam 6 kurang sedikit siap berangkat jualan. Si kakak dan adik, tos-tos dulu, "Semangat dek, biar bisa nonton bioskop," pesan Si Kakak.



Motorpun meluncur dan tiba di Stadion Sriwedari, Solo. Menurut Mak, area ini paling ramai pengunjung CFDnya. Sehingga kemungkinan besar barang jualan Si Kakak bisa laku. Kebetulan Mak punya stok beberapa Sarung Tangan Motor (Satamo) yang belum laku. Duo bocil setuju jualan satamo. Mak juga membawa kardus bekas untuk alas duduk lapak mereka.

Belum banyak pedagang nongol. Banyak tempat kosong buat gelar lapak.

"Yuk, Mas sini aja," ajak Mak kepada duo bocil. Lalu mereka menggelar kardus.

"Mbak, jangan jualan di sini," tegur pedagang sebelah.

"Kenapa?" tanya Mak,

"Udah ada yang punya. Sebentar lagi orangnya dateng," tandasnya agak ketus.

Si Mak melipat lapaknya lagi. Mereka pun pindah mencari lokasi baru.

"Mak, sini aja. Kosong," teriak Si Mas.

Apesnya, lagi-lagi mereka tidak dibolehkan gelar lapak dengan alasan yang sama. Beberapa kali kejadiannya seperti itu. Si ragil mulai merengut. Si Mas manyun.

"Kenapa si gak boleh terus?" tanya Si Mas.

"Karena sudah ada orang yang jualan,"

"Tapikan tadi kosong," sungut Si Mas.

"Sabar, Mas. Kita cari lagi. Kalau dapet tempatnya. Berarti rejekinya Mas dan Adek. Bisa nonton bioskop juga,"

Mereka tersenyum. Semangat lagi.
Berjalan ke arah timur Stadion Sriwedari, melewati Museum Radya Pustaka, hampir di ujung jalan. Akhirnya mereka dapat tempat. Sebelum menggelar lapak, nanya dulu dengan pedangan kanan kiri.

"Monggo Bu, sebenarnya sudah ada yang jualan di situ. Tapi kayaknya gak dateng. Biasanya jam segini sudah ada. Sudah jam setengah pitu. Mboten dodol mungkin," jelas Mas pedagang keripik singkong.

Ternyata, pedagang pria lebih ramah ketimbang pedagang perempuan. Judes bin ketus. *Pendapat
pribadi karena capek diketusin sama Mbokde-mbokde terus. Sekalinya ijin sama Mas-mas, dibolehin.

Alhamdulillah. Rejeki anak sholeh.

Jangan ditanyakan tim kecil. Senang sekali. Mereka gelar lapak. Nyusun jualan. Semangat. Tak ketinggalan. Mereka teriak-teriak. Promosi.

"Sarung Tangan Motor.Sarung angan Motor. Murah! Murah!" Nada iramanya persis Ipin-Upin sedang jualan.

Tik-tok, tik-tok, tik-tok.

Belum ada yang mampir ke lapak Duo Bocil.

Mereka bermain sendiri mengisi kebosanan.

Seorang pengunjung mampir ke lapak. Nanya harga dan nawar. Terpaksa Si Mak menolak tawaran harga karena tawarannya di bawah harga modal alias rugi. Si Mas protes.

"Mas, untuk jualan kita harus mengeluarkan uang membeli barang. lalu saat menjualnya, kita harus menjual dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapat untung. Nah, dari untung itulah, para penjual bisa hidup," terang Si Mak disambut anggukan Si Mas. Apakah Mas mudeng maksudnya? Entahlah.

Di masa kritis, jam mendekati CFD akan bubar, jualan Mak Irit dan Duo bocil belum laku. Si Mas terlihat sedih.

"Mak. besok Minggu kita jualan makanan saja. Tuh, yang jualan makanan, banyak yang beli," ujar Si Mas sambil nunjuk ke arah pedagang sosis bakar.

"Bismillah. Percaya deh, Mas Allah sudah ngatur rejeki masing-masing ciptaanNya," jawab Si Mak.

Sejurus kemudian, seorang Ibu mendatangi lapak. Membeli sebuah Satamo tanpa menawar lagi. Kakak dan Adek sigap mengambil plastik dan membungkusnya. Adek menerima uang pembayaran. Tapi Si Mas masih diam.

"Uangnya kurang, Mak buat nonton kita bertiga,"

"Besok Minggu, kita jualan lagi aja," jawab Si Ragil.

"OKE!!!" Seru mereka kompak.

Dan, endingnya Duo Bocil jadi nonton Bioskop, Film The Good Dinosour (Dino yang Baik). Alhamdulillah.

8 komentar: